Tulus menyoroti paradoks di Indonesia, di mana tingginya prevalensi rokok elektrik dan rokok konvensional 32 persen tidak diimbangi dengan implementasi regulasi pengendalian.
Peraturan Pemerintah (PP) 28/2024 tentang Kesehatan, yang mengatur peredaran, periklanan, promosi, dan konsumsi rokok termasuk vape, hingga kini belum dijalankan karena Kementerian Kesehatan belum menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) sebagai petunjuk teknis.
“PP 28/2024 seharusnya menjadi instrumen untuk melindungi anak-anak dan remaja, mendukung visi bonus demografi dan generasi emas ala Presiden Prabowo. Jika regulasi ini terus mangkrak, cita-cita tersebut hanya akan jadi mitos,” tegas Tulus.
Sementara itu berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2024 juga menunjukkan wilayah perkotaan memiliki konsumen vape lebih banyak 0,70 persen dibandingkan perdesaan 0,40 persen.
Baca Juga: Polresta Bandara Soetta Bongkar Peredaran Vape Narkoba, 4 WNA Ditangkap
Jakarta berada di posisi kedua porsi konsumen rokok elektrik tertinggi, yaitu mencapai 1,34 persen atau sekitar tiga kali lipat dari rata-rata nasional.
Selain Bali dan Jakarta, provinsi dengan konsumen vape tertinggi meliputi Kepulauan Riau 1,28 persen, Kalimantan Utara, 1,2 persen, dan Sumatera Selatan 1,09 persen. Sementara itu, Sumatera Barat mencatatkan angka terendah dengan 0,12 persen.
Daftar 10 provinsi dengan penduduk yang mengonsumsi rokok elektrik setiap hari terbanyak di Indonesia pada Maret 2024:
- Bali: 1,81 persen
- Jakarta: 1,34 persen
- Kepulauan Riau: 1,28 persen
- Kalimantan Utara: 1,2 persen
- Sumatera Selatan: 1,09 persen
- Yogyakarta: 1,01 persen
- Kalimantan Timur: 0,85 persen
- Jawa Timur: 0,74 persen
- Aceh: 0,6 persen
- Kalimantan Selatan: 0,57 persen.