POSKOTA.CO.ID - Bagi sebagian besar orang Indonesia, keberhasilan sering diukur dari seberapa besar kekayaan yang berhasil dikumpulkan, terutama melalui jalur kewirausahaan.
Menjadi pengusaha sukses dengan omset miliaran rupiah kerap dianggap sebagai puncak karier yang ideal. Namun, perspektif ini tak berlaku bagi Timothy Ronald.
Sebagai Co-Founder Ternak Uang, platform edukasi keuangan digital, Timothy justru memilih jalan yang jarang ditempuh: menjadi investor dan edukator keuangan. Bukan karena ia anti terhadap bisnis, tetapi karena ia melihat kebutuhan yang lebih mendesak di masyarakat yakni rendahnya literasi keuangan yang menghambat kemajuan ekonomi personal maupun nasional.
Baca Juga: Hasil Pengumuman Jalur Mandiri UNS 2025 Gelombang 2, Cek Sekarang
"Bukan Pengusaha, Tapi Investor"
“Saya tidak pernah bercita-cita menjadi pengusaha,” ungkap Timothy dalam salah satu video yang ia unggah di kanal YouTube miliknya. “Saya membangun Ternak Uang bukan karena ingin cari cuan dari membership. Saya ingin lebih banyak orang Indonesia tahu bahwa mereka bisa menjadi investor.”
Pernyataan ini terasa kontra-naratif di tengah budaya hustle yang marak di kalangan anak muda. Namun di balik pernyataan tersebut, tersimpan refleksi mendalam tentang realitas pendidikan finansial di Indonesia.
Tabu Membicarakan Uang? Timothy Tidak Setuju
Menurut Timothy, penyebab utama rendahnya literasi keuangan di Indonesia adalah budaya yang menganggap pembicaraan soal uang sebagai sesuatu yang tabu. Dari kecil, sebagian besar orang tidak pernah diajarkan tentang bagaimana mengelola gaji, membayar pajak, apalagi berinvestasi.
“Kalau kita ngomongin soal gaji, langsung dianggap pamer atau tidak sopan,” jelasnya. “Padahal, itu adalah informasi penting yang seharusnya jadi bagian dari edukasi finansial kita sejak dini.”
Sebagai negara dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, angka partisipasi masyarakat Indonesia dalam dunia investasi masih tergolong rendah. Menurut Timothy, jumlah investor aktif bahkan masih tertinggal jauh dibandingkan negara tetangga seperti Singapura, Thailand, atau Vietnam.
Misi Besar: Cetak 10 Juta Investor
Berangkat dari keprihatinan tersebut, Timothy tidak hanya menyampaikan kritik, melainkan turut menawarkan solusi. Bersama rekan-rekannya, Raymond Chin dan Felicia Tjiasaka, ia mendirikan Ternak Uang—platform edukatif berbasis digital yang membahas keuangan pribadi, investasi, pajak, dan berbagai topik penting lainnya.
Visi besarnya jelas: mencetak 10 juta investor lokal. Target ini bukan sekadar angka, melainkan fondasi untuk menyongsong Indonesia Emas 2045, saat negara ini diproyeksikan menjadi kekuatan ekonomi ketiga atau keempat terbesar di dunia.
“Kalau kita tidak mulai dari sekarang, kita akan jadi penonton saat ekonomi tumbuh. Kita harus jadi pelaku,” tegasnya.
Yang menarik dari pendekatan Timothy adalah inklusivitasnya. Ia percaya bahwa menjadi investor bukanlah hak eksklusif orang kaya atau orang dengan gelar ekonomi tinggi. Justru, menurutnya, semua orang bisa menjadi investor—apapun latar belakangnya.
“Mau kamu mulai dari deposito, reksadana, saham, atau obligasi, itu semua bentuk investasi,” katanya. “Yang penting kita tahu tujuannya apa.”
Berbeda dari narasi populer yang sering mengaitkan investasi dengan kemewahan atau flexing sosial media, Timothy justru menekankan pentingnya makna. Investasi bukan ajang pamer, tetapi sarana mencapai tujuan finansial yang bermakna—seperti membeli rumah, menyiapkan dana pensiun, atau membantu pendidikan anak.
Edukasi Finansial untuk Hidup yang Lebih Manusiawi
Salah satu nilai yang kerap ditekankan Timothy adalah bahwa hidup tidak seharusnya dihabiskan hanya untuk menabung atau bekerja keras tanpa arah. Investasi adalah bentuk perencanaan yang manusiawi—membantu seseorang menikmati hidup tanpa terbebani kekhawatiran finansial di masa depan.
“Hidup bukan hanya soal kerja dan nabung. Kita juga harus belajar menikmati hasilnya. Itulah esensi dari perencanaan keuangan yang sehat,” ucapnya.
Ia juga secara aktif menyuarakan pentingnya pembelajaran finansial sejak dini, baik di sekolah maupun dalam keluarga. Literasi ini, menurutnya, sama pentingnya dengan kemampuan membaca atau berhitung.
Baca Juga: Patuh LHKPN, Gubernur Pramono Komitmen Wujudkan Pemerintahan yang Bersih dan Transparan Jakarta
Menyiapkan Generasi Investor untuk Indonesia 2045
Mimpi besar Timothy bukan tanpa alasan. Dengan bonus demografi yang terus bergerak dinamis, Indonesia berada di ambang transformasi ekonomi yang luar biasa. Namun semua itu hanya mungkin terjadi jika masyarakatnya siap, terutama secara finansial.
“Kalau kita ingin jadi negara maju, kita harus punya masyarakat yang melek keuangan,” pungkasnya.
Dalam pandangan Timothy, menjadi investor adalah bentuk kontribusi yang realistis namun signifikan. Tak semua orang mampu atau punya keinginan menjadi pengusaha, tapi semua orang bisa belajar menjadi investor yang bijak—dan itu sudah lebih dari cukup untuk mendorong ekonomi bangsa.
Timothy Ronald bukan sekadar anak muda yang sukses di usia muda. Ia adalah pemikir yang berani mengusulkan paradigma baru: bahwa menjadi investor jauh lebih berdampak luas dibanding sekadar menjadi pengusaha sukses. Visi ini lahir dari pengalaman, pengamatan, dan rasa tanggung jawab terhadap masa depan Indonesia.
Lewat edukasi finansial dan semangat inklusif, ia berharap bisa mengubah wajah ekonomi Indonesia dari dalam—satu langkah kecil, satu investor baru, satu kehidupan yang berubah. Dengan semangat itu, target 10 juta investor bukan sekadar impian, melainkan sebuah revolusi yang sedang dibangun.
Jika Anda tertarik mengubah masa depan finansial Anda, mungkin langkah pertama bukan mencari cara cepat kaya, tetapi mulai memahami apa itu investasi dan bagaimana memulainya—seperti yang terus disuarakan oleh Timothy Ronald.