Pada malam harinya, Gus Fawait hadir dalam Apel Sholawat Kebangsaan di Lapangan Sumberejo, menegaskan sinergi antara spiritualitas, budaya lokal, dan nilai-nilai kebangsaan. Ia juga mengikuti sarasehan bersama para kepala desa dari Kecamatan Ambulu, Wuluhan, dan Tempurejo di lokasi wisata Watu Ulo membahas langsung isu pembangunan dari perspektif para pemimpin lokal.
Membangun dari Pinggiran
Program seperti Bunga Desaku seolah menjadi “laboratorium sosial” bagi pemerintah daerah untuk menampung aspirasi tanpa filter, sekaligus menunjukkan wajah humanis dari birokrasi. Di sinilah kita menyaksikan seorang pemimpin tidak lagi sekadar memberikan arahan dari podium, melainkan benar-benar hadir dan mendengar.
Kehadiran langsung seperti ini memiliki kekuatan simbolik yang besar. Masyarakat merasa diperhatikan, aparat desa merasa diakui, dan para pelaku UMKM merasa diprioritaskan. Dalam jangka panjang, hal ini menciptakan trust-building yang menjadi fondasi kuat pembangunan partisipatif.
Mengapa Program Ini Relevan Secara Nasional?
Meskipun skala program ini masih bersifat regional, pendekatan Bunga Desaku sangat relevan untuk direplikasi di berbagai daerah lain di Indonesia. Beberapa alasannya:
- Dekatkan Pemerintah dengan Rakyat: Banyak keluhan publik berasal dari kurangnya interaksi langsung antara pejabat dan masyarakat. Program ini menutup jarak tersebut.
- Efektif untuk Evaluasi Layanan Publik: Tanpa harus menunggu laporan berjenjang, kepala daerah bisa langsung melihat kondisi lapangan.
- Mendorong Transparansi dan Akuntabilitas: Ketika pimpinan datang tanpa pemberitahuan, layanan menjadi lebih siap dan profesional.
- Memperkuat Pemerataan Pembangunan: Daerah terpencil pun bisa mendapat perhatian yang sama dengan pusat kota.
Baca Juga: Tidak Ada Pemotongan Bansos, Penyaluran PKH dan BPNT Kini Ditujukan untuk Kelompok Desil 1-4
Agenda Hari Kedua: Penguatan Komitmen dan Konsolidasi Lintas Sektor
Pada hari kedua (28 Juli 2025), program ini dijadwalkan melibatkan forum konsolidasi lintas sektor, termasuk pertemuan dengan tokoh masyarakat, kelompok tani, pelaku UMKM, dan guru PAUD. Fokusnya adalah mendengarkan secara langsung berbagai persoalan lokal dan menjajaki solusi kolaboratif.
Diharapkan, hasil dari pertemuan-pertemuan ini tidak hanya menjadi laporan, melainkan ditindaklanjuti dalam bentuk program strategis lintas OPD (Organisasi Perangkat Daerah).
Program Bunga Desaku bukan sekadar “show of power,” melainkan “show of care.” Ketika seorang pemimpin turun ke desa, mengecek puskesmas, mengunjungi pengrajin batik, menyapa guru ngaji, dan berdiskusi dengan kades itu adalah narasi politik yang menyentuh manusia, bukan sekadar angka dan data.
Di tengah tantangan pembangunan yang kompleks, pendekatan seperti ini membuktikan bahwa kemajuan bisa dibangun bukan hanya dari gedung tinggi dan jalan tol, tapi dari kontak langsung, kepedulian nyata, dan dialog sejajar antara pemimpin dan rakyatnya.