3 Contoh Studi Kasus PPG 2025 untuk Guru SD-SMA Batas 500 Kata

Minggu 27 Jul 2025, 12:00 WIB
Ilustrasi PPG Calon Guru 2025. (Sumber: Kemendikdasmen)

Ilustrasi PPG Calon Guru 2025. (Sumber: Kemendikdasmen)

Situasi ini membuat saya khawatir. Saya khawatir ia akan semakin tertinggal baik secara akademik maupun sosial. Oleh karena itu, saya mulai mencari tahu lebih banyak melalui wali kelas sebelumnya dan berkoordinasi dengan orang tuanya. Ternyata, siswa tersebut belum pernah berpindah sekolah sebelumnya dan memiliki karakter introvert yang kuat. Ia merasa tidak nyaman dengan perubahan lingkungan dan pola pembelajaran yang berbeda dari sekolah lamanya.

Sebagai langkah awal, saya melakukan pendekatan secara personal. Setiap pagi, saya menyambutnya dengan sapaan ramah dan sedikit obrolan ringan. Di dalam kelas, saya secara sengaja menempatkannya di kelompok belajar yang terdiri dari siswa-siswa yang kooperatif dan suportif. Saya juga memberinya peran ringan dalam kegiatan kelas, seperti membagikan buku atau membantu merapikan alat tulis, untuk menumbuhkan rasa percaya diri.

Saya juga melibatkan teman-teman sekelas dalam membantunya beradaptasi. Saya meminta beberapa siswa untuk menjadi "teman pendamping" yang mengajaknya bermain saat istirahat dan membantunya saat ada kesulitan. Di sisi lain, saya menghindari memberikan tekanan atau tuntutan berlebihan yang bisa membuatnya semakin cemas.

Perlahan-lahan, saya mulai melihat perubahan. Ia mulai tersenyum saat disapa, lebih aktif dalam diskusi kelompok, dan sesekali mengangkat tangan saat ada pertanyaan. Dalam waktu kurang lebih satu bulan, ia sudah bisa berinteraksi lebih nyaman dan menunjukkan peningkatan dalam tugas-tugas sekolahnya.

Dari pengalaman ini, saya belajar bahwa tidak semua anak bisa langsung menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Butuh pendekatan yang sabar, empati, dan dukungan dari lingkungan sekitarnya. Tugas guru bukan hanya mengajar, tetapi juga menciptakan ruang yang aman dan ramah agar setiap siswa bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya.

  1. Menghadapi Siswa Pendiam di Kelas - Pengalaman Mengajar di SMA

Sebagai guru Bahasa Indonesia di salah satu SMA negeri, saya pernah menghadapi tantangan saat membimbing seorang siswa kelas X, sebut saja namanya Reyhan. Sejak awal semester, Reyhan tampak sangat tertutup. Ia selalu duduk di pojok belakang, jarang terlibat dalam diskusi kelas, bahkan tidak pernah bertanya ataupun mengungkapkan pendapatnya ketika diberi kesempatan.

Awalnya saya berpikir mungkin Reyhan belum beradaptasi dengan lingkungan sekolah baru. Namun setelah beberapa bulan, sikapnya tetap sama. Ia hanya berbicara seperlunya, tampak tidak percaya diri, dan sering menghindari kontak mata saat diajak bicara. Hal ini tentu menjadi tantangan, apalagi pelajaran Bahasa Indonesia menuntut siswa untuk aktif berdiskusi, mengemukakan pendapat, serta berlatih berbicara di depan umum.

Saya mulai melakukan observasi dan menggali informasi dari wali kelas serta guru BK. Dari hasil diskusi, diketahui bahwa Reyhan berasal dari keluarga sederhana dan pernah mengalami perundungan saat di jenjang SMP. Hal tersebut memengaruhi kepercayaan dirinya, membuatnya menarik diri dari lingkungan sosial.

Untuk mengatasi hal ini, saya mengambil beberapa langkah. Pertama, saya coba membangun kepercayaan Reyhan secara personal. Saya ajak dia berdiskusi ringan di luar jam pelajaran, bukan soal pelajaran, melainkan tentang hal-hal yang ia sukai. Ternyata Reyhan menyukai musik instrumental dan suka menulis lirik lagu.

Mengetahui hal ini, saya mulai melibatkan Reyhan secara tidak langsung dalam pembelajaran. Misalnya, ketika membahas puisi atau cerpen, saya izinkan dia memilih karya sendiri dan menyampaikan hasilnya melalui tulisan, bukan lisan. Untuk tugas presentasi kelompok, saya beri peran yang sesuai seperti menjadi penata materi atau visual, agar dia tetap terlibat namun tidak merasa terpaksa tampil di depan umum.

Perlahan-lahan Reyhan menunjukkan perubahan. Ia mulai aktif mengumpulkan tugas tepat waktu, mengobrol dengan beberapa teman, dan sesekali bertanya saat pelajaran berlangsung. Di akhir semester, ia bahkan memberanikan diri membaca puisi ciptaannya saat ada kegiatan kelas. Meskipun suaranya pelan, seluruh kelas memberi tepuk tangan - momen yang sangat emosional dan membahagiakan bagi saya sebagai gurunya.

Pengalaman ini memberikan pelajaran penting bahwa setiap siswa memiliki cara tumbuh yang berbeda. Peran guru bukan hanya mentransfer ilmu, tapi juga menjadi jembatan agar siswa merasa aman untuk berkembang. Kesabaran, empati, dan pendekatan yang disesuaikan dengan karakter siswa sangat dibutuhkan untuk menggali potensi mereka yang tersembunyi.


Berita Terkait


News Update