Dukungan Publik Menguat, Ferry Irwandi Bongkar Ketidaklayakan Vonis 4,5 Tahun untuk Tom Lembong

Minggu 20 Jul 2025, 14:30 WIB
Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara, Ferry Irwandi ungkap kejanggalannya. (Sumber: Instagram)

Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara, Ferry Irwandi ungkap kejanggalannya. (Sumber: Instagram)

POSKOTA.CO.ID - Isu vonis penjara terhadap mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Trikasih Lembong, terus menjadi sorotan tajam.

Setelah dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dalam kasus impor gula, publik kini dihebohkan oleh dukungan yang mengalir dari berbagai pihak, termasuk mantan pegawai Kementerian Keuangan, Ferry Irwandi.

Ferry, yang kini aktif sebagai kreator konten edukatif di media sosial, menyatakan secara terbuka bahwa vonis terhadap Lembong sangat tidak masuk akal.

Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, ia menyampaikan bahwa kasus ini tidak mengandung unsur korupsi sebagaimana dituduhkan oleh pengadilan.

Baca Juga: Kemenag Buka Pendaftaran PPG Daljab Batch 3 2025: Ini Syarat dan Jadwal Lengkapnya

"Tidak ada aliran dana, tidak ada keuntungan pribadi, dan tidak ada niat jahat. Kebijakan itu murni untuk menjaga pasokan dan harga pangan," tulis Ferry.

Kritik atas Vonis dan Tuduhan Politisasi

Dalam pandangannya, Ferry menilai vonis tersebut terkesan politis dan tidak berdasar secara hukum. Ia menyoroti bahwa kebijakan impor gula yang diputuskan oleh Lembong dilakukan berdasarkan rekomendasi tertulis dari kementerian terkait.

Bahkan, Ferry menyebut bahwa vonis ini dapat menjadi preseden buruk bagi para pejabat publik yang berusaha mengambil keputusan demi kepentingan nasional.

"Kalau seperti ini, siapa lagi yang mau memegang amanat dan tanggung jawab publik? Ini bukan soal suka atau tidak suka, tapi soal logika dan keadilan hukum," lanjut Ferry dalam unggahannya.

Baca Juga: Segini Uang Duka Wafat PNS Aktif dan Pensiunan ASN, Berapa Santunan yang Didapat?

Keputusan Impor Bukan untuk Kepentingan Pribadi

Salah satu poin utama yang disorot Ferry adalah terkait keputusan Lembong dalam memberikan kuota impor kepada perusahaan swasta dibandingkan BUMN.

Banyak publik menilai keputusan itu sebagai indikasi penyimpangan, namun Ferry membantahnya.

Menurutnya, harga gula dari BUMN jauh lebih mahal dibandingkan perusahaan swasta, sehingga kebijakan tersebut diambil untuk menjaga keberlangsungan industri pengolahan.

"Kalau dari BUMN terlalu mahal, Pak Tom memilih GKM agar industri tetap hidup. Semua itu juga ada dasar tertulisnya," tegas Ferry.

Baca Juga: Gugur saat Amankan Pernikahan, Bripka Cecep Dianugerahi Kenaikan Pangkat

Respon Terhadap Tuduhan Korupsi

Vonis 4,5 tahun penjara terhadap Lembong dikaitkan dengan dugaan korupsi terkait suap impor gula senilai Rp600 miliar.

Namun Ferry menyangsikan dasar hukum yang digunakan, apalagi tidak ditemukan bukti aliran dana ke Lembong secara pribadi. Ia menegaskan bahwa kebijakan yang diambil Lembong tidak menyalahi prosedur administrasi.

Oleh karena itu, ia mempertanyakan logika pemberian hukuman pidana terhadap keputusan kebijakan negara.

"Kalau pejabat bisa dipenjara karena ini, maka semua pejabat di Indonesia bisa dipidana dengan logika yang sama," ucapnya.

Ferry Irwandi: Dari Pegawai Kemenkeu ke Aktivis Sosial Media

Ferry Irwandi bukan sosok baru dalam isu kebijakan publik. Ia pernah bekerja sebagai videografer di Kementerian Keuangan sebelum memutuskan fokus menjadi kreator konten.

Sejak 2010, ia aktif di platform YouTube membahas topik-topik edukatif seperti filsafat, politik, dan isu-isu sosial. Kini, suaranya banyak didengar oleh publik yang mulai mempertanyakan transparansi sistem hukum, terutama dalam kasus-kasus yang menyangkut pejabat tinggi.

Keputusan Tom Lembong dan Dinamika Politik

Vonis terhadap Lembong terjadi dalam konteks politik nasional yang sensitif. Meski tidak secara eksplisit menyebutkan motif politik, Ferry mengisyaratkan bahwa keputusan hukum terhadap Lembong bisa saja dipengaruhi oleh perbedaan pilihan dalam pemilu.

Sejumlah analis hukum juga mengkritik dasar vonis yang dianggap tidak memenuhi unsur niat jahat atau kerugian negara secara langsung.

Menariknya, Lembong tidak mengajukan banding atas vonis tersebut. Dalam pernyataan singkat, ia menyebut akan menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang berlaku. Sikap ini mengundang berbagai spekulasi, termasuk dugaan tekanan politik di balik keputusannya.


Berita Terkait


News Update