Mau Jadi Konglomerat? Contek 4 Pola Uang Orang Kaya Menurut Timothy Ronald

Rabu 16 Jul 2025, 06:54 WIB
Pola uang orang kaya berputar menurut Timothy Ronald. (Sumber: tangkapan layar)

Pola uang orang kaya berputar menurut Timothy Ronald. (Sumber: tangkapan layar)

POSKOTA.CO.ID - Bagaimana cara orang-orang kaya mengelola dan menggandakan kekayaannya hingga bisa bertahan lintas generasi?

Apa yang membuat seorang konglomerat bisa terus membangun kerajaan bisnis meskipun dunia ekonomi terus berubah?

Pertanyaan-pertanyaan itulah yang coba dijawab oleh Timothy Ronald, investor muda sekaligus edukator keuangan yang aktif membagikan insight-nya lewat platform digital.

Dalam salah satu videonya yang viral, Timothy mengupas habis strategi para konglomerat kelas dunia, bukan sekadar mitos tetapi berdasarkan riset pribadi selama bertahun-tahun.

Ia mempelajari pola-pola investasi dan struktur kekayaan dari nama-nama besar, seperti keluarga Salim, Sinar Mas Group, hingga Warren Buffett dan Constellation Software.

Lantas, apa saja empat pola utama uang orang kaya menurut Timothy Ronald? Simak penjabaran lengkapnya berikut ini.

Baca Juga: Tips Ampuh Meraih Kebebasan Finansial di Usia Muda dari Timothy Ronald

Cara Pola Uang Para Konglomerat

Seperti dikutip dari kanal YouTube pribadinya, berikut ini adalah empat prinsip utama yang diungkap Timothy, berdasarkan risetnya terhadap tokoh-tokoh kaya dunia.

1. Punya Bagian dari Bisnis

Salah satu kesalahan terbesar kelas menengah adalah mengandalkan gaji bulanan sebagai sumber pendapatan utama.

Berbeda dengan para konglomerat yang selalu memastikan diri mereka memiliki bagian dalam sebuah bisnis.

“Uang yang bekerja untuk kita saat tidur hanya bisa dicapai jika kita memiliki a piece of a business,” ujar Timothy.

Bentuknya bisa bermacam-macam, mulai dari memiliki usaha sendiri, menjadi investor startup, atau membeli saham perusahaan publik yang sehat secara fundamental.

Dengan memiliki bagian dari bisnis, kita bisa menikmati aliran pendapatan pasif yang terus tumbuh.

2. Hindari Investasi Lemah

Salah satu penekanan Timothy adalah jangan pernah membeli obligasi, apalagi sekadar menyimpan uang di deposito.

Ia menilai keduanya sebagai lausy investments, investasi yang lemah dan tidak menciptakan pertumbuhan kekayaan.

Dia bahkan menyebutnya sebagai “instrumen untuk orang bodoh”. Pernyataan ini bukan tanpa alasan.

Ia mencontohkan Warren Buffett yang memilih berinvestasi di saham Coca-Cola pada 1994 senilai USD 1,3 miliar.

Kini, nilai saham tersebut tumbuh menjadi lebih dari USD 25 miliar, dengan dividen tahunan mencapai ratusan juta dolar.

“Kalau Buffett saat itu beli obligasi, nilainya akan tetap stagnan. Tidak ada pertumbuhan kekayaan,” ungkap pendiri Akademi Crypto itu.

3. Berpikir Jangka Panjang

Strategi para konglomerat tidak pernah dirancang untuk 1-2 tahun ke depan. Mereka berpikir dalam rentang multi-dekade.

Bahkan, ketika memulai investasi, mindset mereka adalah untuk tidak menjual aset yang telah dibeli, terutama jika aset tersebut menghasilkan cash flow.

“Kalau saya beli aset sekarang, saya targetkan bisa memberi nilai selama 50 tahun ke depan,” kata Timothy.

Pendekatan jangka panjang ini memungkinkan kekayaan tumbuh secara eksponensial melalui compounding effect, efek bunga berbunga dalam bentuk cash flow yang terus diputar untuk membeli aset baru.

4. Fokus pada Preservasi Capital

Berbeda dengan masyarakat awam yang selalu mencari jalan cepat untuk menggandakan uang, para konglomerat lebih hati-hati dan strategis.

Mereka justru lebih fokus pada menjaga nilai modal (preserve capital) ketimbang terlalu agresif mencari return yang tinggi dalam waktu singkat.

Timothy menekankan, setelah seseorang berhasil mengumpulkan sejumlah modal, tugas berikutnya adalah melindungi nilai aset tersebut, bukan mempertaruhkan semuanya demi keuntungan sesaat.

Baca Juga: Langkah Tepat Menuju Kebebasan Finansial ala Kalimasada dan Timothy Ronald, Anda Wajib Tahu!

Apa yang Tidak Dilakukan Para Konglomerat?

Mempelajari apa yang tidak dilakukan oleh para orang kaya juga sama pentingnya.

Berdasarkan analisis Timothy, ada tiga hal yang hampir pasti dihindari para konglomerat.

1. Tidak Pernah Membeli Obligasi

Mereka tahu bahwa obligasi mungkin aman, tapi tidak mendatangkan pertumbuhan kekayaan signifikan.

Karena itu, mereka lebih memilih equity investment yang bisa memberikan return tinggi dan potensi capital gain.

2. Tidak Melakukan Flipping Bisnis

Berbeda dengan banyak investor retail atau pebisnis yang hanya mencari keuntungan dari jual-beli cepat, para konglomerat membeli bisnis untuk disimpan dalam jangka panjang.

Mereka ingin mengendalikan aliran kas, bukan hanya dengan mencari cuan dari harga.

3. Tidak Main Jangka Pendek

Spekulasi bukanlah strategi yang digunakan oleh para konglomerat untuk menghasilkan uang.

Mereka berpikir dan bertindak berdasarkan analisa panjang, riset mendalam, dan perencanaan strategis.

Menurut Timothy, menjadi kaya bukan soal menabung sebanyak mungkin, tapi tentang memahami sistem kerja uang.

Menjadi konglomerat bukan mimpi yang mustahil, asalkan Anda mampu mengubah cara pandang terhadap investasi dan alokasi modal.

Disclaimer: Artikel ini disusun untuk tujuan edukasi finansial dan bukan merupakan ajakan langsung untuk berinvestasi dalam instrumen atau strategi tertentu.

Keputusan keuangan tetap menjadi tanggung jawab masing-masing individu. Selalu lakukan riset dan konsultasi dengan penasihat keuangan sebelum mengambil langkah investasi.


Berita Terkait


News Update