POSKOTA.CO.ID - Eks konsultan teknologi di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) era Nadim Makarim, Ibrahim Arief kini tengah menjadi sorotan.
Ia resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook tahun anggaran 2019–2022, bersama tiga tersangka lainnya.
Diantaranya, yakni Mulatsyah (mantan Direktur SMP), Sri Wahyuningsih (mantan Direktur SD), serta Jurist Tan, eks staf khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Penetapan status tersangka diumumkan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar.
Proyek pengadaan Chromebook yang menjerat Ibrahim dan rekan-rekannya sendiri memiliki anggaran mencapai Rp9,3 triliun, berasal dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Laptop tersebut didistribusikan ke berbagai daerah, termasuk wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Namun, dalam pelaksanaannya ditemukan banyak kelemahan, terutama dalam aspek spesifikasi dan efektivitas penggunaan di daerah terpencil.
Hal ini diduga menjadi celah korupsi, yang menurut Kejaksaan Agung, menyebabkan kerugian negara sekitar Rp1,9 triliun.
Akibat perbutannya itu, Qohar menyebut, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tipikor, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Lantas, mengapa Ibrahim Arief menjadi tahanan kota meski sudah ditetapkan sebagai tersangka?
Baca Juga: Viral Jefri Nichol Rematch Adu Jotos Lawan El Rumi Bakal Disiarin di TV? Catat Jadwalnya Kapan