Bareskrim Polri Mengungkap Praktik Pengoplosan Beras Premium Skala Besar: Ini Daftar 4 Perusahaan Besar dan Merk yang Terindikasi

Rabu 16 Jul 2025, 15:05 WIB
Ilustrasi - Polri bongkar praktik pengoplosan beras premium oleh produsen ternama. (Sumber: Freepik/zirconicusso)

Ilustrasi - Polri bongkar praktik pengoplosan beras premium oleh produsen ternama. (Sumber: Freepik/zirconicusso)

POSKOTA.CO.ID - Gelombang ketidakpuasan konsumen meluas setelah Bareskrim Polri mengungkap praktik pengoplosan beras premium oleh sejumlah produsen besar.

Investigasi yang digulirkan sejak awal Juli 2025 ini mengungkap fakta mengejutkan: 212 merek beras oplosan di pasaran tidak memenuhi standar mutu, baik dari segi kualitas, komposisi, hingga takaran kemasan.

Konsumen selama ini mungkin tidak menyadari bahwa beras kemasan "premium" yang mereka beli dengan harga tinggi ternyata dicampur beras kualitas rendah atau bahkan tidak memenuhi takaran.

Satgas Pangan Polri menemukan selisih berat hingga 10 persen dalam kemasan beras 5 kg, sementara klaim kualitas premium pada label sering kali tidak sesuai dengan isi sebenarnya.

Baca Juga: Pedagang Pasar Induk Beras Cipinang Bantah Oplos Beras: Permintaan Konsumen

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebut praktik ini telah merugikan konsumen hingga miliaran rupiah setiap bulannya.

"Ini bukan sekadar pelanggaran, tapi kejahatan ekonomi yang berdampak pada ketahanan pangan nasional," tegasnya.

Dengan temuan ini, pemerintah dan aparat penegak hukum kini berkomitmen untuk membersihkan pasar dari praktik-praktik tidak bertanggung jawab tersebut.

Produsen dan Merek Beras yang Tersandung Kasus

Satgas Pangan Polri menyasar empat perusahaan besar yang diduga terlibat dalam praktik curang ini. Berikut rinciannya:

Wilmar Group

  • Merek: Sania, Sovia, Fortune, Siip
  • Temuan: Beras premium dicampur dengan kualitas rendah.

PT Food Station Tjipinang Jaya

  • Merek: Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station Ramos Premium, Setra Pulen
  • Temuan: Label "premium" tidak sesuai isi, berat kemasan kurang hingga 10%.

PT Belitang Panen Raya

  • Merek: Raja Platinum, Raja Ultima
  • Temuan: Indikasi pemalsuan kualitas dan takaran.

PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group)

  • Merek: Ayana
  • Temuan: Beras medium dikemas sebagai beras premium.

Modus Operandi yang Merugikan Konsumen

Investigasi gabungan Bareskrim dan Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap dua modus utama:

Pencampuran Beras

  • Beras kualitas rendah (misalnya broken rice) dicampur dengan beras premium, lalu dijual dengan harga tinggi.
  • Contoh: Merek "Sania" yang mengklaim 100 persen beras pulen, ternyata mengandung 30 persen beras pecah.

Kurangi Berat Kemasan

  • Kemasan 5 kg hanya berisi 4,5 kg, tetapi dijual dengan harga penuh.
  • Selisih harga mencapai Rp2.000-Rp3.000/kg, merugikan konsumen hingga miliaran rupiah secara nasional.

Baca Juga: Dinas KPKP Jakarta Ancam Beras Food Station Ditarik Jika Terbukti Dioplos

Respons Pemerintah dan Imbauan untuk Konsumen

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan, temuan ini menunjukkan lemahnya pengawasan di rantai distribusi. "Kami akan perketat sertifikasi dan sidak mendadak," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bareskrim Polri menyatakan bahwa penyelidikan akan diperluas ke produsen lain. "Ini kejahatan ekonomi yang merugikan rakyat," tegasnya.

Tips Memilih Beras yang Aman

  1. Periksa Label SNI dan BPOM: Pastikan kemasan memiliki sertifikasi resmi.
  2. Bandinkan Berat: Jika memungkinkan, timbang kemasan sebelum membeli.
  3. Cek Fisik Beras: Beras premium umumnya butirannya utuh, tidak banyak pecah, dan aromanya khas.

Baca Juga: DPRD Jakarta Dukung Investigasi Dugaan Beras Oplosan Food Station

Dampak Jangka Panjang: Restrukturisasi Industri Pangan

Skandal ini memicu wacana revisi regulasi ketahanan pangan, termasuk sanksi berat bagi pelaku pemalsuan. Kementan juga berencana memperkenalkan QR Code traceability pada kemasan beras untuk memastikan transparansi.

Bagi konsumen, kasus ini menjadi pengingat untuk lebih kritis dalam memilih produk sehari-hari. Sementara bagi industri, ini adalah alarm untuk memperbaiki tata kelola sebelum kepercayaan publik semakin merosot.


Berita Terkait


News Update