Sering ada anggapan bahwa anak-anak dewasa tidak terlalu terpengaruh perceraian orang tua. Namun, riset menunjukkan sebaliknya.
Perceraian tetap bisa memicu luka batin, terutama jika relasi keluarga sebelumnya dikenal sangat dekat. Anak-anak mungkin merasa bersalah atau menyesal karena tidak menyadari tekanan yang dialami orang tua.
Dalam kasus Icha, sikapnya yang tidak memaksakan hak asuh menunjukkan upaya memberi ruang kepada anak-anak untuk menentukan sendiri bentuk relasi pasca perceraian.
Baca Juga: Lelah Selalu Dilanda Banjir, Warga Desa Campaka Purwakarta Curhat ke DPRD Jabar
Apa yang Bisa Dipelajari Publik?
Kisah ini menyimpan pelajaran penting:
- Rumah tangga yang lama tidak menjamin kebahagiaan mutlak.
- Kesehatan mental harus menjadi prioritas, meski harus menghadapi tekanan sosial.
- Perceraian bukan selalu kegagalan, melainkan jalan terbaik untuk memelihara kewarasan.
Icha Atazen dan Dirmansyah sudah menempuh perjalanan panjang bersama. Keputusan untuk berpisah setelah 26 tahun adalah keputusan yang tentu tidak mudah dan penuh pertimbangan.
Perspektif unik manusia di sini adalah keberanian untuk berkata cukup bahwa mempertahankan hubungan tidak selalu lebih baik dibanding mengakhirinya secara dewasa.
Saat publik sibuk menilai “kurang apa lagi keluarga ini”, Icha Atazen menunjukkan bahwa kebahagiaan batin tidak selalu bisa dilihat dari luar.