Dalam budaya masyarakat Indonesia, pasangan yang terlihat “bahagia” sering dijadikan panutan. Padahal, ekspektasi publik terkadang menjadi beban tersendiri bagi pasangan itu sendiri.
Banyak orang mempertanyakan, “Mengapa harus bercerai jika sudah 26 tahun menikah dan anak-anak sudah dewasa?” Jawaban sederhana yang sering terlupakan adalah: kebahagiaan sejati bukan hanya tentang bertahan, tetapi juga tentang keberanian melepas jika itu yang terbaik untuk kewarasan jiwa.
Pandangan Psikologi Pernikahan
Pakar pernikahan menyebutkan, semakin lama usia pernikahan, semakin kuat pola relasi yang terbentuk. Pola itu bisa positif, bisa juga sebaliknya.
Ketika tekanan, perbedaan prinsip, atau luka batin tidak pernah benar-benar diselesaikan, jarak emosional akan terus melebar. Inilah yang disebut emotional drift.
Dalam kasus Icha dan Dirmansyah, meski mereka sering tampil mesra, bisa jadi secara batin telah lama mengalami jarak yang tidak lagi bisa dijembatani.
Reaksi Netizen yang Campur Aduk
Perceraian ini memantik ribuan komentar netizen, terutama di TikTok. Sebagian besar merasa sayang dengan keputusan tersebut.
Akun @mahladewi123 menulis:
"Te la sudah kaya enak anak la besar semua,,,kasian lo anak anak ica."
Sementara akun @siswinarti juga berkomentar:
"Sangat disayangkan padahal anak-anak sudah besar, cantik-cantik, cowoknya ganteng-ganteng, kurang apa tante ica? Kaget saya dengarnya kalau lihat keluarga tante ica hepy hepy."
Respon-respon ini memperlihatkan satu fenomena unik: publik kadang lebih terpukul dibandingkan pasangan itu sendiri. Karena publik merasa sudah menjadi saksi perjalanan rumah tangga mereka selama puluhan tahun.
Fenomena Publik Figur dan Tuntutan Citra
Dalam era media sosial, selebritas dan influencer nyaris tidak bisa memisahkan kehidupan pribadi dan kehidupan publik.
Icha Atazen dan Dirmansyah adalah contoh nyata bagaimana tuntutan citra keluarga harmonis bisa menjadi beban yang sangat berat.
Dalam wawancaranya, Icha bahkan menegaskan ia tidak ingin ada spekulasi miring tentang perselingkuhan atau masalah materi. Bagi Icha, kesehatan jiwa adalah prioritas mutlak, meski harus menghadapi stigma.