"Berbeda dengan sistem kapitalisme, ekonomi gotong-royong adalah sistem yang tidak menumpuk kekayaan kepada perseorangan. Tetapi, yang lebih penting, pembagian kekayaan secara merata,“ kata Harmoko.
Tidak bisa dipungkiri situasi global saat ini kian tidak menentu. Ketidakpastian ekonomi dunia semakin mengkhawatirkan. Begitu juga situasi geopolitik yang berpotensi kian menghadirkan konflik berkepanjangan.
Semua ini tak cukup diantisipasi dan diwaspadai, tetapi yang terpenting adalah mencari solusi menghadapi situasi dengan kekuatan sendiri.
Merumuskan solusi agar dampak buruk tidak terjadi. Menentukan kebijakan dalam segala sektor kehidupan, utamanya ekonomi agar terhindar dari serbuan awan kegelapan dan ketidakpastian.
Baca Juga: Kopi Pagi: Kembali Kepada Konstitusi Negara
Satu kebijakan telah digulirkan dengan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 pada kisaran angka 4,7 - 5 % dari yang dipatok sebelumnya, 5,2 %.
Ini bukan pertanda pesimisme mencapai target pertumbuhan, tetapi salah satu bentuk penyesuaian menghadapi situasi global, adanya perlambatan ekonomi dunia yang mematok pertumbuhan pada angka 2,3 %.
Di sisi lain, kita sama-sama tahu bahwa pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata sangat diperlukan untuk mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera sebagaimana tujuan negeri ini didirikan.
Sementara kita tahu juga, para pendiri bangsa sudah memilih bahwa sistem ekonomi koperasi memiliki peran strategis dalam membangun perekonomian nasional yang berbasis kerakyatan dan kegotong-royongan.
Mengapa berkiblat kepada koperasi? Jawabnya karena pertumbuhan ekonomi bisa saja tidak dinikmati mayoritas masyarakat, melainkan oleh segelintir atau sekelompok orang saja.
Koperasi dinilai mampu merespons perkembangan zaman, terlebih pada situasi global sekarang ini.