Warga Terdampak Penggusuran di Pulo Timaha Bekasi Ngaku Beli Lahan dari Oknum Calo dan RT

Rabu 09 Jul 2025, 18:17 WIB
Alpian, 55 tahun, pemilik bengkel di Jalan Pulo Timaha, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, mengaku menyesal membeli tanah dari oknum calo. (Sumber: POSKOTA | Foto: Nurpini Aulia Rapika)

Alpian, 55 tahun, pemilik bengkel di Jalan Pulo Timaha, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, mengaku menyesal membeli tanah dari oknum calo. (Sumber: POSKOTA | Foto: Nurpini Aulia Rapika)

BABELAN, POSKOTA.CO.ID - Isak tangis mewarnai pembongkaran ratusan bangunan liar di sempadan jalan dan bantaran sungai Kampung Pulo Timaha, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi pada Rabu 9 Juli 2025.

Tangis dari warga yang selama ini menempati bangunan untuk tempat tinggal maupun usaha di bantaran sungai Kampung Pulo Timoho, pecah. Sejumlah warga terdampak mengaku sedih, juga menyesal.

Salah satunya dialami Alpian, 55 tahun, pemilik bengkel yang turut digusur. Ia mengaku membeli tanah dari oknum calo yang bekerja sama dengan RT setempat. Kini, bangunan yang belum lama ia tempati terpaksa diratakan alat berat.

"Sebenernya dulu saya nggak berminat ya. Cuma lagi kepepet dan masuklah orang-orang kayak RT dan calo-calo," ucap Alpian saat ditemui di lokasi, Rabu 9 Juli 2025.

Baca Juga: Dapat Surat Penggusuran Mendadak, Warga Kampung Gabus Bekasi Tak Sempat Kemasi Barang

"Saya nggak berpikir jauh soal surat, yang penting ada tempat. Tapi sekarang malah kayak gini, saya diusir tanpa ada apa-apa," ungkapnya.

Empat tahun lalu, Alpian mengaku telah mengeluarkan uang hingga ratusan juta untuk membeli tanah seluas 7x14 meter beserta bangunan. Kini, semua itu tinggal kenangan.

"Saya beli tanah ini Rp90 juta. Sama benerin bangunannya habis kurang lebih Rp150 juta. Karena berjalannya waktu, kita nggak berharap begini. Dari kemarin kami sudah diusir-usir sama Satpol PP," ujarnya.

Sayangnya, meski telah mengeluarkan banyak uang, Alpian tidak memiliki sertifikat resmi. Hanya ada surat oper alih kuasa dan kwitansi, yang disebut-sebut disaksikan RT setempat.

“Kami nggak ada sertifikat. Surat oper alih doang sama kwitansi. Tapi keterangannya diketahui RT. Tapi sekarang mereka lepas tangan. Pak Lurah juga nggak turun ke sini,” katanya.

Hal serupa dialami Masripah Nainggolan, 40 tahun, pemilik usaha salon di lokasi yang sama. Ia baru satu tahun menempati tanah yang dibelinya seharga Rp60 juta itu. Dalam surat kuasa, disebutkan pembelian disetujui oleh pihak desa.


Berita Terkait


News Update