POSKOTA.CO.ID – Kesulitan untuk keluar dari zona nyaman kerap dianggap sebagai bentuk kemalasan atau kurangnya disiplin diri.
Namun, menurut advokat kesehatan mental Gayathri Arvind, persoalan sebenarnya jauh lebih dalam dan berkaitan dengan cara kerja otak manusia yang telah berevolusi sejak era prasejarah.
"Masalahnya bukan karena Anda malas, dan bukan pula karena Anda tak punya tekad," kata Gayathri Arvind, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Abhasa - Mental Health pada Rabu, 9 Juli 2025.
Masalah sebenarnya adalah Anda bahkan belum memahami apa itu zona nyaman,”
Zona Nyaman sebagai Kecanduan Neurologis
Arvind menjelaskan bahwa zona nyaman bukan sekadar kondisi yang menyenangkan, melainkan bentuk kecanduan neurologis yang terbentuk dalam otak manusia sejak zaman pemburu-pengumpul. Otak manusia, menurutnya, tidak berevolusi untuk mengejar kesuksesan, kebugaran, atau kekayaan, melainkan untuk memastikan kelangsungan hidup.
“Pekerjaan utama otak adalah membuat Anda tetap hidup. Itu saja,” ujar Arvind.
Pada masa lampau, ketika makanan langka dan bahaya mengintai setiap hari, otak manusia diprogram untuk menghindari risiko dan menyimpan energi. Kenyamanan, dalam konteks tersebut, berarti tetap bersama kelompok, menemukan tempat berlindung, dan menjaga keselamatan. Setiap keputusan yang mendukung kelangsungan hidup, seperti beristirahat dekat api atau makan saat makanan tersedia, dihadiahi oleh otak melalui pelepasan dopamin, zat kimia yang memberikan rasa senang.
Sebaliknya, situasi yang mengandung risiko atau ketidakpastian akan memicu pelepasan kortisol, hormon stres yang meningkatkan kewaspadaan dan rasa takut. “Itu adalah sistem peringatan bawaan yang mengatakan, hindari ini atau Anda tidak akan bertahan hidup,” jelasnya.
Baca Juga: Hati-Hati! Main Media Sosial Berlebihan Bisa Picu Gangguan Mental
Kenyamanan Modern, Otak Kuno
Meskipun kehidupan manusia telah berubah drastis, dengan kehadiran teknologi, kenyamanan modern, dan pilihan gaya hidup yang beragam, fungsi otak tetap sama.