Baca Juga: Jejak Sejarah Pecinan Glodok, Pusat Perdagangan dan Budaya Tionghoa Sejak Abad ke-17
Ide pun datang untuk menguji kemampuan Sabeni yang diadu dengan anak buahnya. Saat itu, Sabeni sudah berusia 80 tahun dan ia bertanya kepada Komandan Kempetai apa yang akan didapat jika menang atau kalah.
Komandan tersebut mengatakan bahwa Sabeni akan dibebaskan bila menang dan akan ditahan bila kalah.
Lantas, Sabeni menyetujui kesepakatan itu dan minta pertandingan disaksikan oleh keluarganya serta teman-teman dari Tenabang.
Lawan Sabeni waktu itu ialah karateka dan pesumo. Dalam pertandingan tersebut, Sabeni dikenal memiliki jurus andalan ‘Kelabang Nyebrang’ langsung mengalahkan musuhnya sang karateka.
Selanjutnya ia mengalahkan pesumo dengan cara memukul kepalannya dan menjadikan lutut pesumo tersebut sebagai pijakan.
Akhirnya Sabeni dibebaskan dan pulang ke rumah. Sekembalinya dari tahanan Kempetai, Sabeni sudah tua dan tetap mengumpulkan para pemuda untuk mengusir penjajah dari kampung halamannya.
Namun ia tak sempat melihat Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 sebab ia sudah meninggal.
Sebagai tanda jasa, Pemerintah DKI Jakarta saat ulang tahun ke-480 mengganti nama Gang Kubur Lama menjadi Jalan Sabeni.
Jasadnya pun dipindahkan yang semula dari Gang Kubur Lama ke Pemakaman Umum Karet Bivak.