POSKOTA.CO.ID - Pecinan Glodok yang terletak di Jakarta Barat bukan hanya sekadar kawasan perdagangan, tetapi juga kawasan bersejarah kehidupan komunitas Tionghoa di Indonesia.
Sejak abad ke-17, Glodok telah menjadi pusat permukiman, perdagangan, dan budaya yang berkembang pesat hingga saat ini.
Berbagai kisah sejarah, arsitektur kuno, serta akulturasi budaya yang terjalin di tempat ini menjadikannya sebagai salah satu destinasi wisata budaya dan sejarah yang tak lekang oleh waktu.
Perayaan Imlek, Cap Go Meh, atraksi barongsai, hingga wisata kuliner, semuanya menyatu dan menjadikan Glodok sebagai permata yang tak ternilai di tengah hiruk-pikuk Jakarta.
Keberadaan Glodok menjadi bukti nyata bahwa sejarah dan budaya bukan hanya cerita masa lalu, melainkan warisan yang terus hidup, berkembang, dan menginspirasi.
Dikutip dari kanal YouTube Serangkai Tionghoa, berikut adalah sejarah Pecinan Glodok dengan warisan budayanya.
Baca Juga: Perayaan Cap Go Meh 'Budaya Pemersatu Bangsa' akan Digelar di Kawasan Pecinan Surya Kencana Bogor
Awal Mula Pecinan Glodok
Sejarah Glodok bermula sejak peristiwa Geger Pecinan pada tahun 1740, sebuah tragedi kelam di masa penjajahan Belanda yang membuat ribuan warga Tionghoa kehilangan nyawa.
Setelah tragedi tersebut, pemerintah kolonial memberlakukan kebijakan yang memaksa komunitas Tionghoa untuk tinggal di luar tembok Batavia, dan kawasan Glodok pun mulai terbentuk sebagai tempat pemukiman mereka.
Namun jauh sebelum peristiwa tersebut, sekitar tahun 1654, para pemimpin Tionghoa telah mendirikan sejumlah kelenteng di Glodok sebagai tempat peribadatan dan penghormatan kepada dewa-dewa.
Beberapa kelenteng bersejarah yang berdiri hingga kini antara lain Kelenteng Kim Tek Ie (Cinta Yuan) dan Kelenteng Toa Se Bio.