POSKOTA.CO.ID – Masjid Angke, atau yang juga dikenal dengan nama Masjid Jami Angke Al-Anwar, merupakan salah satu masjid tertua di Jakarta yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi.
Berdiri sejak 2 April 1761, masjid ini menjadi saksi bisu perjalanan sejarah panjang bangsa Indonesia, mulai dari masa kolonial, perjuangan kemerdekaan, hingga era modern saat ini.
Berlokasi di Jalan Pangeran Tubagus Angke, Kampung Rawa Bebek, Tambora, Jakarta Barat, Masjid Angke berdiri di atas lahan seluas ±930 m² dengan luas bangunan ±225 m². Keberadaannya tidak hanya mencerminkan semangat religius, tetapi juga merepresentasikan nilai-nilai keberagaman dan kebudayaan.
Berikut ini merupakan sejarah singkat Masjid Angke, dilansir oleh Poskota dari berdasarkan jurnal “Menelisik Sejarah dan Nilai-Nilai Budaya dari Keberadaan Masjid Angke Jakarta” karya Melina Supriyanti, Nurul Haniifah, dan Jumardi, yang diterbitkan dalam Santhet: Jurnal Sejarah, Pendidikan dan Humaniora Vol. 6 No. 1 Tahun 2022.
Sejarah Pendirian: Dari Konflik ke Harmoni
Menurut sejarawan Belanda Dr. F. De Haan dalam bukunya Oud Batavia, Masjid Angke didirikan oleh seorang perempuan keturunan Tionghoa dari suku Tarta yang menikah dengan pria asal Banten.
Pembangunan masjid ini erat kaitannya dengan peristiwa pembantaian massal etnis Tionghoa oleh VOC pada 1740.
Banyak warga Tionghoa yang melarikan diri dan berlindung di Banten, kemudian hidup berdampingan dengan umat Islam dan membangun Masjid Angke pada tahun 1761.
Masjid ini juga menjadi markas rahasia para pejuang dari Banten dan Cirebon dalam merumuskan strategi melawan penjajah Belanda, sekaligus menjadi pusat aktivitas pemuda pada masa awal kemerdekaan.
Baca Juga: Sejarah Jakarta: Tujuh Kali Ganti Nama dari Mulai Zaman Sunda Kalapa hingga Zaman Kolonial
Arsitektur: Cerminan Akulturasi Budaya Nusantara
Keunikan Masjid Angke terletak pada gaya arsitekturnya yang mencerminkan akulturasi budaya dari berbagai etnis.