BEKASI, POSKOTA.CO.ID - Stasiun Bekasi memiliki peran penting dalam sejarah perkeretaapian Indonesia, khususnya di jalur Jatinegara–Cikampek.
Pada tahun 1988, suasana emplasemen Stasiun Bekasi masih kental dengan nuansa era Hindia Belanda. Bangunan asli peninggalan Staatsspoorwegen (SS) yang khas, peron yang luas dan arsitektur kolonial menandai ciri khas stasiun-stasiun pada jalur ini.
Melansir dari Indonesian Railway Preservation Society, Stasiun Bekasi kala itu melayani kereta api lokal dan jarak jauh, termasuk kereta rel diesel (KRD).
Sejak tahun 1986, Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) mengoperasikan kereta angkutan batubara dengan rute Cigading–Bekasi, sekaligus membangun jalur khusus bongkar muat di bagian selatan stasiun.
Baca Juga: Sejarah Kota Tua Jakarta, Asal Mula dan Warisan Budaya yang Terus Hidup
Terletak di KM 26+552 lintas Jakarta–Padalarang via Pasar Senen dan Cikampek, Stasiun Bekasi pada 1988 memiliki lima jalur. Jalur 1–3 difungsikan untuk lalu lintas reguler, sementara jalur 4–5 dikhususkan untuk kegiatan bongkar muat batubara.
Fasilitas sinyal masih menggunakan sistem mekanik buatan Siemens & Halske, yang dikendalikan dari ruang sinyal utama dan rumah sinyal “A”.
Transformasi Stasiun Bekasi dan Elektrifikasi Jalur Jatinegara–Bekasi

Elektrifikasi jalur kereta api Jatinegara–Bekasi dimulai pada tahun 1992 dan rampung pada 1996. Proyek ini disertai dengan pembaruan sistem sinyal mekanik menjadi Solid State Interlocking (SSI) buatan Siemens pada 1995.
Proses ini juga mengubah struktur emplasemen stasiun di sepanjang jalur Jatinegara–Bekasi, termasuk Stasiun Cipinang.
Baca Juga: Sejarah Palmerah Jakarta Barat, Dari Patok Merah Hingga Menjadi Simpul Transportasi Penting
Dalam dokumentasi Harian Suara Pembaruan edisi 13 Mei 1992, terlihat para pekerja tengah memasang kabel listrik di sekitar Stasiun Cipinang.