Asal Usul Fenomena Bahasa Campuran Indonesia-English di Jaksel, Ternyata Ini Sejarahnya

Sabtu 05 Jul 2025, 13:42 WIB
Blok M di Jakarta Selatan yang sejak dulu menjadi pusat tongkrongan anak muda urban, turut melestarikan budaya bahasa campuran sebagai simbol “anak gaul. (Sumber: Quora)

Blok M di Jakarta Selatan yang sejak dulu menjadi pusat tongkrongan anak muda urban, turut melestarikan budaya bahasa campuran sebagai simbol “anak gaul. (Sumber: Quora)

Fenomena bahasa campuran anak Jaksel juga tidak lepas dari pengaruh representasi budaya populer. Sejumlah film Indonesia yang mengambil latar Jakarta Selatan kerap menampilkan karakter “anak gaul” dengan ciri khas tutur setengah Inggris.

Misalnya, film-film bertema remaja urban seringkali menggunakan skenario percakapan yang menyisipkan ungkapan-ungkapan bahasa Inggris sebagai penguat karakter dan citra kosmopolitan.

Pengaruh media sosial makin menegaskan tren ini. Para konten kreator yang tinggal di Jakarta Selatan kerap memproduksi vlog, video podcast, dan unggahan reels yang menormalisasi percakapan bilingual.

Menteng, sudah jadi pemukiman orang kaya sejak jaman Belanda (Sumber: Quora)

Aspek Identitas Sosial dan Gengsi

Bahasa bukan hanya sarana komunikasi, tetapi juga simbol identitas sosial. Banyak pakar sosiolinguistik menyebutkan bahwa kebiasaan menggunakan bahasa campuran di kawasan urban berfungsi menegaskan posisi sosial atau memperkuat afiliasi kelompok.

Dalam konteks anak Jaksel, kebiasaan menyelipkan kata atau frasa bahasa Inggris bisa menjadi indikator “kelas menengah terdidik.” Dengan kata lain, praktik tersebut menandakan privilege tertentu: akses pendidikan, budaya konsumsi global, dan relasi dengan komunitas yang lebih luas.

Namun di sisi lain, ada juga persepsi negatif. Sebagian publik menganggap kebiasaan tersebut sebagai bentuk “sok-sokan,” “berlagak lebih pintar,” atau “tidak nasionalis.” Stigma ini muncul akibat persepsi bahwa penggunaan bahasa campuran bersifat pamer status sosial dan kurang menghargai bahasa Indonesia.

Lingkungan Multibudaya dan Proses Urbanisasi

Jakarta Selatan sejak lama dikenal sebagai wilayah multibudaya. Kehadiran ekspatriat, perusahaan multinasional, dan lembaga internasional membuat bahasa Inggris menjadi lingua franca di banyak sektor profesional.

Urbanisasi masif pasca-Reformasi menambah heterogenitas penduduk, di mana generasi muda tumbuh dalam atmosfer yang menggabungkan nilai-nilai lokal dan global secara bersamaan.

Hal inilah yang kemudian menciptakan fenomena “Jaksel” sebagai simbol kawasan kosmopolitan dengan pola komunikasi yang mencerminkan urban hybrid identity.

Peran Pendidikan Internasional

Lembaga pendidikan internasional di kawasan Jakarta Selatan berperan signifikan dalam membentuk kebiasaan berbahasa campuran. Sekolah-sekolah internasional seperti Jakarta Intercultural School (JIS), New Zealand School, dan Singapore International School memberikan kurikulum berbahasa Inggris secara penuh.

Sejak usia dini, anak-anak dibiasakan berpikir, berdiskusi, dan mengekspresikan pendapat dalam bahasa Inggris. Kebiasaan ini pun terbawa hingga kehidupan sosial di luar sekolah.

Dalam banyak kasus, orang tua juga mendukung pola komunikasi bilingual sebagai bentuk investasi masa depan, terutama bagi anak-anak yang kelak akan kuliah di luar negeri atau bekerja di perusahaan internasional.


Berita Terkait


News Update