Meski begitu, banyak peminjam yang merasa tertekan karena cara penagihan yang tidak etis. Beberapa praktik yang kerap terjadi meliputi:
- Penyebaran data pribadi ke kontak darurat atau media sosial.
- Ancaman dan intimidasi melalui pesan atau telepon.
- Pengejaran berlebihan, termasuk melacak keluarga atau kerabat peminjam.
Tindakan-tindakan tersebut sebenarnya melanggar aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jika mengalami hal ini, peminjam berhak melaporkan ke OJK, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), atau kepolisian.
Lalu, Bolehkah Mengabaikan Telepon atau WA dari DC?
Menurut beberapa sumber, mengabaikan kontak dari DC bukan berarti lari dari tanggung jawab, terutama jika peminjam sudah berusaha menjelaskan kondisi keuangannya. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Jika tekanan sudah di luar batas (seperti penyebaran data atau ancaman), sebaiknya laporkan ke pihak berwajib.
- Fokus pada solusi keuangan, seperti mencari penghasilan tambahan atau negosiasi ulang skema pembayaran.
- Jangan terjebak stres berlebihan, karena hal itu justru dapat menghambat produktivitas dan kemampuan membayar utang.
Baca Juga: Pinjol Legal dan Ilegal Membuat Bingung Pengguna? Begini Cara Bedakannya!
Utamakan Ketenangan dan Solusi Nyata
Bagi yang sedang gagal bayar, kunci utama adalah tetap tenang dan fokus mencari solusi. Jangan habiskan energi hanya untuk memikirkan tekanan dari DC.
Ingat, selama tidak ada tindakan kriminal seperti penipuan, masalah pinjol adalah ranah perdata yang bisa diselesaikan tanpa ancaman pidana.
“Yang terpenting adalah usaha dan doa. Rezeki bisa datang dari mana saja, jadi tetaplah berikhtiar dan jangan putus asa,” pesan seorang narasumber yang pernah mengalami masalah serupa.
Semoga informasi ini dapat membantu meredakan kecemasan bagi yang sedang berjuang melunasi pinjaman online. Jika ada pelanggaran dalam proses penagihan, jangan ragu untuk melapor demi perlindungan diri dan hak sebagai konsumen.