POSKOTA.CO.ID - Sekretaris Jenderal AFPI, Ronald Andi Kasim, dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, menyatakan bahwa suku bunga pinjaman sebesar 0,8 persen per hari yang pernah berlaku di industri fintech lending hanyalah batas atas, bukan suatu harga tetap.
Ketentuan tersebut ditujukan untuk menjaga etika industri serta membedakan fintech resmi yang terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dari pinjol ilegal yang bebas menetapkan bunga tinggi tanpa pengawasan.
"Jadi, 0,8 persen itu bukan harga wajib. Itu hanya batas maksimal yang boleh dikenakan. Kalau pelaku usaha ingin menetapkan lebih rendah, sangat boleh," ujar Ronald.
Ronald menggarisbawahi bahwa AFPI sadar akan adanya aturan dari KPPU yang melarang bentuk kesepakatan harga atau price fixing dalam suatu industri. Oleh sebab itu, AFPI menegaskan bahwa tidak ada kartel atau kesepakatan harga yang mereka orkestrasi.
Baca Juga: Waspada! Ini 6 Aktivitas Harian yang Bisa Menyebabkan iPhone Cepat Panas
Perubahan Regulasi: Dari 0,8 Persen Menjadi 0,3 Persen
Pada tahun 2021, seiring meningkatnya literasi masyarakat terhadap layanan fintech serta desakan berbagai pihak, OJK meminta penurunan suku bunga maksimal dari 0,8 persen menjadi 0,4 persen per hari. Perubahan ini kemudian dikukuhkan dalam kerangka hukum yang lebih kuat setelah terbitnya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK).
Berdasarkan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19 Tahun 2023, batas atas suku bunga pinjaman online kembali diturunkan menjadi 0,3 persen per hari. Peraturan ini berlaku efektif untuk seluruh platform fintech lending yang tergabung dalam AFPI, dan diikuti secara menyeluruh oleh anggotanya.
AFPI: Tidak Ada Unsur Kartel, Hanya Patuh pada OJK
Ronald mengkritisi dugaan KPPU yang menyebut 97 anggota AFPI melakukan kesepakatan harga bunga. Menurutnya, tuduhan itu tidak berdasar karena seluruh penyesuaian bunga pinjaman dilakukan atas arahan regulator, dalam hal ini OJK, bukan karena adanya perjanjian di antara pelaku usaha.
"Apa yang dilakukan oleh industri pinjol saat itu adalah mengikuti panduan dari regulator, bukan kesepakatan terselubung antarpelaku usaha. Itu bukan pelanggaran terhadap Pasal 5 Undang-Undang Antimonopoli,” tegas Ronald.
Pernyataan ini bertujuan untuk mengklarifikasi sekaligus mengedukasi publik bahwa penetapan bunga dalam industri fintech lending dilakukan dalam koridor hukum dan pengawasan yang ketat.
KPPU dan Tuduhan Kartel di Industri Fintech Lending
KPPU menyatakan tengah melakukan penyelidikan dan mempersiapkan sidang atas dugaan praktik kartel dalam industri pinjaman online. Lembaga ini menduga bahwa 97 perusahaan anggota AFPI telah melakukan praktik anti-persaingan dengan menetapkan bunga yang seragam, yakni 0,8 persen per hari, di masa lalu.
KPPU menilai adanya keseragaman bunga di kalangan anggota AFPI dapat mengarah pada pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang mengatur tentang larangan kesepakatan harga.
Jika terbukti bersalah, para pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif maupun denda finansial yang signifikan. Namun, proses pembuktian dalam kasus dugaan kartel ini masih berjalan dan membutuhkan evaluasi mendalam terhadap fakta-fakta dan dokumen yang tersedia.
Fungsi Penetapan Batas Bunga dalam Menjaga Ekosistem
Penetapan batas atas bunga dalam industri fintech lending sebenarnya merupakan upaya preventif untuk mencegah praktik predatory lending yang merugikan konsumen. Pinjaman online yang legal dan berizin OJK memiliki kewajiban transparansi terhadap suku bunga, biaya administrasi, serta tenor pinjaman.
Dengan adanya batas maksimal, pengguna dapat membandingkan antara layanan legal dan pinjol ilegal. Selain itu, batas bunga yang ditetapkan juga mempertimbangkan risiko gagal bayar, biaya operasional, serta keberlanjutan model bisnis platform fintech.
Perbedaan Pinjol Legal vs Pinjol Ilegal
Aspek | Pinjol Legal | Pinjol Ilegal |
---|---|---|
Pengawasan | Terdaftar dan diawasi OJK | Tidak diawasi |
Bunga | Maksimal 0,3% per hari | Bisa mencapai >1% per hari |
Penagihan | Sesuai etika dan kode etik AFPI | Intimidatif, kasar, dan melanggar hukum |
Perlindungan Konsumen | Tersedia layanan pengaduan & mediasi OJK | Tidak ada jalur komplain |
Transparansi | Biaya dan bunga jelas | Tidak transparan, kerap menipu |
Dengan demikian, masyarakat perlu memahami bahwa keberadaan batas bunga di industri pinjol legal merupakan salah satu bentuk perlindungan konsumen, bukan instrumen monopoli.
Baca Juga: Tukarkan Diamond dan Item Lainnya dari Kode Redeem FF Hari Ini 17 Mei 2025, Cek Selengkapnya!
Respons dan Langkah Lanjut
AFPI menyatakan siap memberikan klarifikasi dan bekerja sama dengan KPPU selama proses penyelidikan berlangsung. Mereka juga akan terus berkoordinasi dengan OJK untuk menjaga integritas industri fintech pendanaan.
“Kami terbuka terhadap audit dan pemeriksaan. Prinsipnya, industri ini dibangun dengan asas keterbukaan dan akuntabilitas,” kata Ronald.
AFPI juga akan mengedukasi lebih lanjut anggotanya mengenai aturan antimonopoli dan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi lintas lembaga.
Kisruh dugaan kartel bunga pinjaman online yang menyeret nama AFPI dan anggotanya menimbulkan perdebatan tentang batas antara kepatuhan terhadap regulasi dan kebebasan usaha.
Namun, melalui klarifikasi yang disampaikan AFPI, terlihat bahwa penyesuaian bunga dilakukan berdasarkan arahan regulator, bukan hasil kesepakatan antarpelaku usaha.
Proses hukum di KPPU tentu akan menjadi titik krusial untuk menentukan apakah dugaan tersebut valid atau sekadar salah tafsir terhadap kebijakan industri yang dikendalikan oleh OJK demi perlindungan konsumen.