Imbas Kisruh Ijazah Jokowi UGM Digugat Rp69 Triliun, Ini Respon Pihak Kampus

Jumat 16 Mei 2025, 10:01 WIB
UGM Digugat Rp69 Triliun Karena Ijazah Jokowi? Ini respon pihak kampus (Sumber: Dok/Universitas Gadjah Mada)

UGM Digugat Rp69 Triliun Karena Ijazah Jokowi? Ini respon pihak kampus (Sumber: Dok/Universitas Gadjah Mada)

POSKOTA.CO.ID - Universitas Gadjah Mada (UGM), salah satu perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia, tengah menjadi sorotan publik akibat gugatan hukum dari seorang pengacara dan pengamat sosial bernama Komardin.

Gugatan tersebut menyangkut tuduhan tidak transparannya UGM dalam menyampaikan informasi mengenai ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo.

Dalam perkara yang diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Sleman, penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp69 triliun kepada negara, dengan menyalahkan UGM atas timbulnya kegaduhan publik yang disebut-sebut turut mempengaruhi pelemahan nilai tukar Rupiah.

Baca Juga: Antrian KJP Pasar Jaya Mei 2025 Dibuka, Ini Link dan Cara Daftarnya

Asal Usul Gugatan dan Legal Standing

Komardin, yang dikenal sebagai advokat asal Makassar, Sulawesi Selatan, menyatakan bahwa gugatannya didasari pada prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Menurutnya, UGM gagal memberikan klarifikasi yang cukup kepada publik terkait keaslian ijazah dan skripsi Joko Widodo, yang telah menjadi bahan spekulasi dan perdebatan luas di masyarakat.

Dalam keterangannya, Komardin menyebut bahwa keterbukaan dari pihak universitas menjadi sangat penting demi meredam spekulasi yang berkembang.

Ia menilai bahwa ketidakjelasan informasi ini telah menimbulkan keresahan sosial dan politik yang luas, serta berdampak secara ekonomi terhadap nilai tukar Rupiah.

"Skripsi palsu, ijazah palsu, sekarang supaya tidak menjadi gaduh di negara ini, ya kita buktikan lewat pengadilan," ujar Komardin.

Komardin juga menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki motif pribadi terhadap Presiden Jokowi. Fokus utamanya adalah tanggung jawab UGM sebagai institusi pendidikan yang dianggap memicu ketidakpastian publik.

Klaim Kerugian Fantastis

Salah satu aspek yang paling mencolok dari gugatan ini adalah nilai kerugian yang diklaim oleh penggugat. Komardin menyebut kerugian materiil akibat ketidakjelasan informasi tersebut mencapai Rp69 triliun.

Sementara itu, kerugian imateriil ditaksir mencapai Rp1.000 triliun, meskipun seluruh nilai tersebut, menurut Komardin, ditujukan untuk negara dan bukan untuk kepentingan pribadi.

Dasar perhitungan nilai kerugian ini dikaitkan dengan pelemahan Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD), di mana pada dua tahun lalu nilai tukar berada di angka Rp15.500 per USD dan kini telah menyentuh kisaran Rp16.700 per USD.

Komardin berpendapat bahwa kegaduhan publik mengenai keabsahan ijazah Jokowi turut berkontribusi terhadap gejolak nilai tukar tersebut.

“Kalau ini tidak diselesaikan cepat, nilai dolar terhadap rupiah bisa tembus Rp20 ribu. Kalau sudah Rp20 ribu, itu negara kolaps,” pungkasnya.

Respons Hukum dari UGM

Menanggapi gugatan tersebut, Kepala Biro Hukum dan Organisasi UGM, Veri Antoni, menyatakan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang ditempuh oleh penggugat.

Menurut Veri, setiap warga negara memiliki hak untuk mengajukan gugatan hukum, namun tanggung jawab pembuktian tetap berada pada pihak penggugat.

"Termasuk juga legal standing penggugat yang harus jelas," ujar Veri dalam keterangan resminya.

Veri menambahkan bahwa UGM saat ini tengah mempelajari secara saksama substansi gugatan yang diajukan. Menurutnya, kemungkinan untuk melakukan gugatan balik (rekonvensi) tetap terbuka, meskipun saat ini fokus utama UGM adalah merespons gugatan yang sudah masuk ke meja pengadilan.

Langkah UGM yang hati-hati menunjukkan komitmen institusi pendidikan ini untuk menyelesaikan sengketa secara profesional, sesuai koridor hukum yang berlaku.

Baca Juga: Jadwal New York Knicks vs Boston Celtics di Game 6 Semifinal Wilayah Timur NBA, Cek di Sini

Implikasi Hukum dan Sosial

Gugatan ini membuka ruang diskusi yang lebih luas terkait keterbukaan informasi publik dan akuntabilitas lembaga pendidikan tinggi di Indonesia. Publik menuntut transparansi, khususnya ketika isu tersebut menyangkut kepala negara. Namun, dalam sistem hukum, klaim harus didasarkan pada alat bukti yang sah dan relevan.

Legal standing dari penggugat, dalam hal ini, menjadi pertanyaan penting. Apakah seseorang yang tidak dirugikan secara langsung dapat mengajukan gugatan perdata terhadap institusi pendidikan dalam kasus seperti ini? Ini merupakan salah satu aspek yang akan diuji di persidangan.

Selain itu, terdapat pula dimensi sosial yang tidak kalah penting. Kegaduhan publik mengenai ijazah Jokowi telah berlangsung bertahun-tahun dan telah menjadi senjata politik dalam berbagai kontestasi elektoral.

Proses hukum yang berlangsung ini berpotensi menjadi titik terang, meskipun juga menimbulkan risiko polarisasi baru di masyarakat.

Kasus gugatan terhadap UGM senilai Rp69 triliun mencerminkan ketegangan antara hak atas informasi publik dan batas tanggung jawab lembaga pendidikan.

Sementara proses hukum berjalan, masyarakat perlu menunggu putusan pengadilan sebagai rujukan sahih. Perdebatan soal keaslian ijazah presiden telah menimbulkan dampak sosial yang luas, dan hanya pengadilan yang dapat menjadi arena untuk mengurai benang kusut polemik ini secara objektif dan berkeadilan.


Berita Terkait


News Update