Sementara itu, kerugian imateriil ditaksir mencapai Rp1.000 triliun, meskipun seluruh nilai tersebut, menurut Komardin, ditujukan untuk negara dan bukan untuk kepentingan pribadi.
Dasar perhitungan nilai kerugian ini dikaitkan dengan pelemahan Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD), di mana pada dua tahun lalu nilai tukar berada di angka Rp15.500 per USD dan kini telah menyentuh kisaran Rp16.700 per USD.
Komardin berpendapat bahwa kegaduhan publik mengenai keabsahan ijazah Jokowi turut berkontribusi terhadap gejolak nilai tukar tersebut.
“Kalau ini tidak diselesaikan cepat, nilai dolar terhadap rupiah bisa tembus Rp20 ribu. Kalau sudah Rp20 ribu, itu negara kolaps,” pungkasnya.
Respons Hukum dari UGM
Menanggapi gugatan tersebut, Kepala Biro Hukum dan Organisasi UGM, Veri Antoni, menyatakan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang ditempuh oleh penggugat.
Menurut Veri, setiap warga negara memiliki hak untuk mengajukan gugatan hukum, namun tanggung jawab pembuktian tetap berada pada pihak penggugat.
"Termasuk juga legal standing penggugat yang harus jelas," ujar Veri dalam keterangan resminya.
Veri menambahkan bahwa UGM saat ini tengah mempelajari secara saksama substansi gugatan yang diajukan. Menurutnya, kemungkinan untuk melakukan gugatan balik (rekonvensi) tetap terbuka, meskipun saat ini fokus utama UGM adalah merespons gugatan yang sudah masuk ke meja pengadilan.
Langkah UGM yang hati-hati menunjukkan komitmen institusi pendidikan ini untuk menyelesaikan sengketa secara profesional, sesuai koridor hukum yang berlaku.
Baca Juga: Jadwal New York Knicks vs Boston Celtics di Game 6 Semifinal Wilayah Timur NBA, Cek di Sini
Implikasi Hukum dan Sosial
Gugatan ini membuka ruang diskusi yang lebih luas terkait keterbukaan informasi publik dan akuntabilitas lembaga pendidikan tinggi di Indonesia. Publik menuntut transparansi, khususnya ketika isu tersebut menyangkut kepala negara. Namun, dalam sistem hukum, klaim harus didasarkan pada alat bukti yang sah dan relevan.
Legal standing dari penggugat, dalam hal ini, menjadi pertanyaan penting. Apakah seseorang yang tidak dirugikan secara langsung dapat mengajukan gugatan perdata terhadap institusi pendidikan dalam kasus seperti ini? Ini merupakan salah satu aspek yang akan diuji di persidangan.