Pengerahan TNI Menjaga Kejaksaan Dinilai Sarat Pesan Politik, Mengapa Bukan Polisi?

Kamis 15 Mei 2025, 14:04 WIB
Potret gedung Kejaksaan Agung. (Sumber: jaksapedia.id)

Potret gedung Kejaksaan Agung. (Sumber: jaksapedia.id)

“Maka harus dipastikan kasus yang ada di kejaksaan ya sudah di kejaksaan saja, kasus yang sedang disidik oleh polisi biarkan polisi bekerja. KPK bahkan dianggap perlu sedikit ditegur supaya memperbaiki dulu sistem di dalam KPK agar ada kepercayaan publik,” ujarnya.

Menurut Rocky, keputusan tersebut juga memperlihatkan bentuk kontrol yang lebih kuat dari Presiden terhadap Kejaksaan, dibandingkan dengan lembaga lainnya.

“Saya pakai istilah mengefisienkan karena terbaca memang ada semacam favoritisme, kenapa tidak ke KPK saja, kenapa harus kejaksaan? Jadi Presiden menganggap bahwa kontrol beliau terhadap kejaksaan dengan asumsi bahwa kejaksaan harus bekerja berdasarkan prinsip equality before the law,” lanjutnya.

Baca Juga: Mengapa Kejaksaan Agung Gunakan TNI untuk Amankan Kantor Jaksa? Ini Penjelasannya

Rocky menekankan bahwa pengerahan TNI pasti terjadi dengan sepengetahuan, atau bahkan atas perintah langsung dari Presiden.

“Kita harus mengerti bahwa pengerahan tentara itu pasti dengan izin atau pengetahuan atau bahkan perintah Presiden langsung,” katanya. “Karena kita terus melihat bahwa Presiden Prabowo menginginkan ada percepatan pemberantasan korupsi, perampasan aset bahkan dituntut oleh masyarakat sipil supaya dipercepat,”

Meski begitu, ia mengingatkan akan munculnya reaksi politik dari langkah ini. Di satu sisi, kehadiran militer dapat memberikan rasa aman bagi Kejaksaan untuk membongkar kasus-kasus besar.

“Kita membaca itu secara strategis, apa nanti akibatnya atau efek positifnya kalau TNI memang dimaksudkan untuk menjaga kejaksaan supaya kejaksaan tidak perlu takut untuk membongkar kasus-kasus besar,” jelasnya. “Tapi sekaligus juga pesan bahwa kejaksaan selama ini takut untuk membongkar kasus-kasus besar. Jadi dilema interpretasinya,”


Berita Terkait


News Update