MBG Dicap Gagal! Pemerintah Siapkan Skema Asuransi Nasional Cegah Keracunan Massal

Rabu 14 Mei 2025, 11:59 WIB
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang mulai diterapkan di sekolah-sekolah sejak Januari 2025 menuai beragam tanggapan dari publik. (Sumber: Pinterest)

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang mulai diterapkan di sekolah-sekolah sejak Januari 2025 menuai beragam tanggapan dari publik. (Sumber: Pinterest)

Lebih dari sekadar program gizi, MBG harus dimaknai sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional yang mendukung tumbuh kembang anak secara komprehensif, termasuk kesehatan fisik dan mental.

Baca Juga: Arti Kata 'Sacrifice' Ucapan Ardhito Pramono Saat Bahas Pernikahan Jeanneta Sanfadelia Tuai Sorotan Publik

Harapan Baru lewat Skema Asuransi: Apakah Ini Solusi Nyata?

Meskipun asuransi tidak bisa mencegah keracunan, namun ia menjadi instrumen penting dalam memberikan rasa aman bagi para pelaksana dan peserta program MBG.

Perlindungan finansial terhadap risiko medis, kecelakaan kerja, atau pengadaan bahan makanan yang bermasalah dapat mengurangi beban institusi pendidikan maupun keluarga siswa.

Namun, keberhasilan skema ini akan sangat bergantung pada:

  • Keterbukaan informasi kepada publik
  • Transparansi dalam proses klaim
  • Kepastian waktu penanganan risiko

Dengan demikian, pemerintah dituntut untuk tidak hanya menggulirkan kebijakan responsif, namun juga menjamin implementasi lapangan yang adil, efisien, dan bebas korupsi.

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) adalah inisiatif yang secara prinsip sangat dibutuhkan, terutama dalam menanggulangi masalah gizi buruk di kalangan anak sekolah. Namun, tanpa pengawasan yang ketat, transparansi anggaran, dan perlindungan menyeluruh, program ini berpotensi gagal mencapai tujuan mulianya.

Pemberlakuan skema asuransi oleh BGN dan OJK adalah langkah progresif yang patut diapresiasi. Namun, asuransi bukanlah solusi utama, melainkan bagian dari sistem perlindungan risiko yang mendukung perbaikan sistemik program MBG.

Ke depan, sinergi antara pemerintah, sekolah, orang tua, dan penyedia makanan harus diperkuat. Hanya dengan kolaborasi menyeluruh, program ini bisa menjadi pilar peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia sejak usia dini.

Berita Terkait

News Update