Kasus Dugaan Penyewaan Jet Pribadi KPU 2024 Dilaporkan ke KPK oleh Koalisi Masyarakat Sipil

Rabu 07 Mei 2025, 18:29 WIB
Ilustrasi Gedung KPK.(Foto: Andi Adam Faturahman)

Ilustrasi Gedung KPK.(Foto: Andi Adam Faturahman)

POSKOTA.CO.ID - Koalisi Masyarakat Sipil resmi mengajukan laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan penyimpangan dalam pengadaan jasa sewa jet pribadi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tahun anggaran 2024.

Pelaporan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu, 7 Mei 2025.

Kelompok yang terdiri dari Transparency International Indonesia (TI Indonesia), Themis Indonesia, dan Trend Asia ini menyoroti adanya kejanggalan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan pengadaan tersebut.

Baca Juga: KPK Terbang ke Seol Periksa Warga Korea Selatan Terkait Kasus Suap Perizinan PLTU Cirebon

Agus Sarwono, perwakilan TI Indonesia, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyerahkan laporan resmi kepada bagian pengaduan KPK dan kini menunggu tindak lanjut dari lembaga antirasuah tersebut.

"Kami menduga telah terjadi penyalahgunaan terkait pengadaan jet pribadi oleh KPU pada 2024 lalu. Laporan sudah diterima KPK," kata Agus di lokasi pelaporan.

Dari hasil penelusuran Koalisi, ditemukan sejumlah kejanggalan dalam proses pengadaan, mulai dari penunjukan penyedia jasa melalui sistem e-katalog yang tertutup hingga indikasi praktik suap.

Selain itu, perusahaan yang memenangi proyek tersebut tergolong baru berdiri pada 2022 dan tidak memiliki rekam jejak sebagai penyedia layanan sejenis.

Lebih jauh, Agus mengungkap adanya perbedaan mencolok antara nilai kontrak dengan anggaran yang telah ditetapkan. Berdasarkan data di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) milik LKPP, tercatat paket pengadaan bertajuk "Belanja Sewa Dukungan Kendaraan Distribusi Logistik" dengan nilai Rp46,19 miliar.

Namun, ditemukan dua kontrak yang ditandatangani masing-masing pada 6 Januari 2024 senilai Rp40,19 miliar dan 8 Februari 2024 sebesar Rp25,29 miliar. Total keduanya mencapai Rp65,49 miliar — melebihi pagu anggaran yang tersedia.

"Indikasi mark-up sangat terlihat dari perbedaan nilai kontrak dan pagu anggaran yang cukup signifikan," jelas Agus.

Berita Terkait

News Update