POSKOTA.CO.ID - Pinjaman online ilegal memang sering dikaitkan dengan kasus penjualan data pribadi. Layanan ini biasanya tidak memiliki izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kerap kali menggunakan praktik yang tidak etis.
Salah satu modusnya adalah meminta akses berlebihan ke data pribadi pengguna, seperti kontak telepon, galeri foto, atau bahkan lokasi.
Data yang dikumpulkan ini kemudian dapat disalahgunakan atau dijual kepada pihak ketiga untuk keuntungan finansial.
Baca Juga: Waspadai Ancaman Tim Cyber Pinjol, Fakta atau Hanya Menakut-nakuti? Begini Kata Pengamat
Penyebab Lain Kebocoran Data Pribadi
Menurut Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Republik Indonesia, penjualan data pribadi di internet merupakan pelanggaran hukum yang serius, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dan peraturan sebelumnya seperti Peraturan Menteri Kominfo No. 20 Tahun 2016.
Berikut beberapa cara bagaimana data pribadi bisa dijual di internet menurut Komdigi:
Kebocoran Data akibat Peretasan (Hacking/Cracking)
Contoh kasus termasuk kebocoran data BPJS Kesehatan (2021), Dukcapil (2023), dan registrasi kartu SIM (2022).
Peretas kemudian menjual data ini di dark web atau forum seperti Breached Forums dengan harga bervariasi, mulai dari 0,5 Dolar hingga 60 Dolar per data, tergantung jenis dan sensitivitasnya (misalnya, NIK, nomor telepon, atau selfie dengan dokumen identitas).

Penyalahgunaan oleh Pihak Internal
Data pribadi kadang diperjualbelikan oleh oknum dalam organisasi, seperti karyawan bank atau perusahaan yang memiliki akses ke database nasabah.
Contohnya, tenaga pemasaran kartu kredit membeli data nasabah dari karyawan bank dengan harga Rp20.000 - Rp50.000 per data, termasuk informasi gaji dan kemampuan finansial.
Praktik Ilegal di Platform Digital
Data pribadi juga dijual melalui platform e-commerce, media sosial, atau forum online tanpa izin pemilik data.