Seleksi dilakukan melalui mekanisme ketat dari orang tua ke Dinas Pendidikan, hingga persetujuan Bupati setempat. Seluruh proses disertai dengan penyerahan surat resmi bermaterai.
Tanggapan Positif dari Orang Tua dan Daerah Lain
Program ini mendapat sambutan positif dari masyarakat. Banyak orang tua justru datang secara sukarela untuk mendaftarkan anak-anak mereka yang memiliki masalah kedisiplinan.
Sebagai bukti keberhasilannya, beberapa wilayah seperti Bekasi, Cianjur, dan Subang mulai menerapkan program serupa. Bahkan, Dedi menyebutkan rencana ekspansi program ini ke tingkat SMA.
Baca Juga: Kemenham Jabar Dukung Program Pendidikan Karakter Siswa Besutan Dedi Mulyadi
Langkah Dedi dinilai mampu mengisi kekosongan pendekatan pendidikan karakter yang selama ini dianggap lemah dalam sistem pendidikan nasional.
Menurut Dedi, pendidikan karakter tidak bisa hanya diserahkan pada kurikulum atau pembelajaran formal semata. Dalam wawancara singkat, ia menegaskan:
"Sekolah bisa mendidik secara akademik. Namun untuk membentuk disiplin dan karakter, kadang dibutuhkan lingkungan yang berbeda dan tegas," kata Dedi.
Ia pun mencontohkan keberhasilan Sekolah Taruna Nusantara yang menggabungkan unsur militer dan akademik dalam pendidikan karakter.
Langkah serupa diterapkan dalam program ini, namun dengan target khusus: siswa yang menunjukkan indikasi perilaku menyimpang, tindakan kriminal, atau berasal dari keluarga dengan pola asuh bermasalah.
Kritik dan Kontroversi
Meski mendapat banyak dukungan, program ini tidak luput dari kritik. Lembaga seperti Komnas HAM dan KPAI menyatakan perhatian atas pendekatan yang melibatkan disiplin ala militer terhadap anak-anak.
Kekhawatiran utama mereka adalah potensi pelanggaran hak anak, kekerasan simbolik, dan risiko trauma psikologis yang mungkin muncul dari tekanan lingkungan semi-militer.
Namun, netizen merespons kritik tersebut dengan nada sarkastik. Beberapa komentar di TikTok justru membela Dedi: