Bahkan, meskipun menjalankan tugas layaknya pekerja dengan menerima perintah dan memperoleh upah, masih banyak jurnalis yang diposisikan sebagai mitra tanpa jaminan hak normatif.
AJI juga menyoroti masih rendahnya kesadaran berserikat di kalangan pekerja media, akibat kuatnya dominasi perusahaan yang menafsirkan jurnalis bukan sebagai buruh.
Padahal dalam praktiknya, mereka tetap berada dalam relasi industrial yang serupa.
Memanfaatkan momentum May Day 2025, AJI Indonesia menyampaikan lima tuntutan utama:
- Meminta pemerintah menciptakan iklim bisnis media yang sehat, independen, dan bebas intervensi, termasuk dalam hal penempatan iklan.
- Mengimbau pekerja media membentuk serikat di tingkat perusahaan maupun lintas media untuk memperkuat posisi tawar dan menghentikan eksploitasi.
- Mendesak Dewan Pers dan pemerintah segera membentuk sistem pengawasan ketenagakerjaan di sektor media, demi memastikan hak-hak normatif pekerja media dipenuhi.
- Mendorong DPR RI untuk segera merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 agar lebih berpihak pada pekerja, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.
- Meminta perusahaan media memberikan kompensasi yang layak bagi jurnalis yang terkena PHK, minimal sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Jurnalis adalah buruh, dan sudah sepatutnya mendapat perlakuan serta perlindungan hukum yang setara dengan pekerja di sektor lain,” tegas Nany.