Utang Pinjol di Indonesia Melonjak, Pengamat Sebut Kemudahan Akses Jadi Pemicu

Selasa 05 Agu 2025, 20:13 WIB
Ilustrasi, warga mengunduh aplikasi pinjaman online di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Selasa, 5 Agustus 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: Bilal Nugraha Ginanjar)

Ilustrasi, warga mengunduh aplikasi pinjaman online di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Selasa, 5 Agustus 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: Bilal Nugraha Ginanjar)

KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan lonjakan utang masyarakat Indonesia melalui pinjaman online (pinjol).

Kemudahan akses pinjol menjadi pemicu utama maraknya utang, menarik berbagai kalangan, dari kelas atas hingga kelas bawah, untuk meminjam uang tanpa rencana keuangan yang baik.

"Cukup dengan KTP dan registrasi online, dana langsung cair ke rekening. Tidak perlu survei rumah, verifikasi gaji, atau agunan seperti di bank,” ujar pengamat ekonomi, Ibrahim Assuaibi kepada Poskota, Selasa, 5 Agustus 2025.

Menurut Ibrahim, proses cepat dan minim syarat ini menjadikan pinjol solusi instan, terutama bagi masyarakat kelas bawah seperti guru honorer dengan gaji Rp200-300 ribu per bulan, yang sering menerima pinjaman Rp1 juta hingga Rp2 juta. Kemudian sulitnya meminjam di bank konvensional, juga mendorong masyarakat beralih ke pinjol.

Baca Juga: Utang Pinjol Warga Indonesia Naik, Tembus Rp83,52 Triliun

"Saat pinjam uang di platform legal, pasti mereka memang butuh pembiayaan untuk berbagai keperluan. Bahkan, sebagian besar pinjaman digunakan untuk keperluan sehari-hari atau konsumtif," beber Ibrahim.

Assuaibi mengungkapkan, bahwa sekitar 70 persen peminjam gagal melunasi pinjaman. Akibatnya, banyak perusahaan fintech P2P lending atau fintech mengalami kerugian triliunan rupiah, hingga bangkrut.

Hal itu dikarenakan tingginya angka kredit macet. Dia menilai masyarakat Indonesia terlalu dini diberikan fasilitas kemudahan dalam meminjam uang.

"Pinjol salah sasaran. Terlalu mudah memberi iming-iming tanpa memeriksa kemampuan bayar. Berbeda dengan bank yang memiliki mekanisme ketat seperti agunan dan pemblokiran rekening," ucap Ibrahim.

Selain itu, kata Ibrahim, kondisi ekonomi yang lesu menjadi pendorong utama masyarakat meminjam uang, termasuk kepada perusahaan fintech legal maupun ilegal.

Mengingat saat ini banyak masyarakat, terutama yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Artinya mereka meminjam untuk bertahan hidup karena kepepet, seperti untuk makan anak bukan untuk usaha. Namun, kata dia, juga banyak anak muda yang meminjam untuk gaya hidup.


Berita Terkait


News Update