Masalah PHK dan Upah Minim Masih Membayangi Pekerja Media di Indonesia

Kamis 01 Mei 2025, 10:21 WIB
AJI Indonesia desak perbaikan kesejahteraan jurnalis di May Day 2025. Masalah PHK, upah rendah, kontrak tak jelas, dan minim perlindungan masih membayangi pekerja media.(Sumber: Freepik)

AJI Indonesia desak perbaikan kesejahteraan jurnalis di May Day 2025. Masalah PHK, upah rendah, kontrak tak jelas, dan minim perlindungan masih membayangi pekerja media.(Sumber: Freepik)

POSKOTA.CO.ID - Memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) tahun ini, kondisi pekerja media di Indonesia masih jauh dari kata sejahtera.

Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, sistem pengupahan yang rendah, hingga minimnya perlindungan sosial terus menjadi persoalan utama yang belum terselesaikan.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan, para jurnalis masih menghadapi berbagai tantangan serius dalam lingkungan kerja.

Di tengah tekanan kerja yang tinggi dan risiko di lapangan, kesejahteraan para pekerja media justru belum mendapatkan perhatian yang layak.

Baca Juga: 1 Mei 2025 Aksi May Day di Monas: Ini 6 Tuntutan Penting Buruh kepada Prabowo

Lewat survei nasional bertajuk Wajah Jurnalis Indonesia 2025, AJI menemukan bahwa persoalan mendasar seperti upah di bawah standar dan status kerja yang tak jelas masih mendominasi.

Survei yang melibatkan lebih dari 2000 responden dari berbagai daerah ini menunjukkan potret buram kesejahteraan jurnalis di Tanah Air.

“Situasi pekerja media saat May Day tahun ini masih tak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya,” ungkap Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Poskota pada Kamis, 1 Mei 2025.

Menurutnya, disrupsi digital turut berkontribusi dalam memperparah kondisi tersebut. Perusahaan media mengalami penurunan pendapatan iklan karena peralihan ke platform digital dan media sosial.

Hal ini lantas dimanfaatkan sebagian perusahaan untuk menekan posisi tawar pekerja media, melalui kontrak kerja jangka waktu tertentu yang berlarut-larut serta skema kemitraan yang tidak memberikan hak layaknya pekerja tetap.

Praktik-praktik tersebut membuat banyak jurnalis terjebak dalam situasi rentan secara ekonomi.

Bahkan, meskipun menjalankan tugas layaknya pekerja dengan menerima perintah dan memperoleh upah, masih banyak jurnalis yang diposisikan sebagai mitra tanpa jaminan hak normatif.

Baca Juga: Hari Buruh Internasional 2025, Inilah Perbedaan Upah Minimum di Berbagai Negara Asia Tenggara, Indonesia Kalah Jauh dari Singapura!

AJI juga menyoroti masih rendahnya kesadaran berserikat di kalangan pekerja media, akibat kuatnya dominasi perusahaan yang menafsirkan jurnalis bukan sebagai buruh.

Padahal dalam praktiknya, mereka tetap berada dalam relasi industrial yang serupa.

Memanfaatkan momentum May Day 2025, AJI Indonesia menyampaikan lima tuntutan utama:

  1. Meminta pemerintah menciptakan iklim bisnis media yang sehat, independen, dan bebas intervensi, termasuk dalam hal penempatan iklan.
  2. Mengimbau pekerja media membentuk serikat di tingkat perusahaan maupun lintas media untuk memperkuat posisi tawar dan menghentikan eksploitasi.
  3. Mendesak Dewan Pers dan pemerintah segera membentuk sistem pengawasan ketenagakerjaan di sektor media, demi memastikan hak-hak normatif pekerja media dipenuhi.
  4. Mendorong DPR RI untuk segera merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 agar lebih berpihak pada pekerja, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.
  5. Meminta perusahaan media memberikan kompensasi yang layak bagi jurnalis yang terkena PHK, minimal sesuai ketentuan perundang-undangan.

“Jurnalis adalah buruh, dan sudah sepatutnya mendapat perlakuan serta perlindungan hukum yang setara dengan pekerja di sektor lain,” tegas Nany.

Berita Terkait

News Update