Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara menyoroti ketidaksiapan pembantu presiden dalam menghadapi era Donald Trump ke-2.
Menurutnya risiko Trump belum diantisipasi terkait dicabutnya mandat pengembangan EV (kendaraan listrik) yang berpengaruh pada harga nikel, tembaga dan bauksit di pasar internasional.
Baca Juga: Begini Isi Garasi Widiyanti Putri, Menteri Terkaya Berharta Rp5,4 Triliun
“Tantangan proteksionisme Trump harus direspon melalui langkah menarik relokasi pabrik dari AS maupun China, tetapi mengurus Apple saja sampai sekarang belum berhasil menjadi realisasi investasi. Koordinasi antar kementerian di 100 hari pertama buruk,” ucapnya.
“Sejauh ini Menteri ESDM belum melakukan pembatasan produksi nikel dan penghentian pembangunan smelter nikel yang sudah kelebihan pasokan. Kenapa tidak mengambil regulasi yang tegas soal pembatasan produksi nikel untuk melindungi harga di pasar internasional?,” sambungnya.
Selanjutnya di sektor energi dan lingkungan hidup, Menteri ESDM belum tegas merilis PLTU mana saja yang akan dimatikan di tahun 2025, sementara Prabowo sudah mengucapkan komitmen untuk mematikan PLTU di forum G20, Brasil.
Begitu pun dengan Menteri Kehutanan yang dianggap blunder karena mendorong mengubah 20 juta hektar hutan sebagai cadangan pangan dan energi.
Baca Juga: Kisruh Menteri Satryo Didemo ASN Kemendiktisaintek Kini Telah Berdamai
“Antara masalah energi, pangan dan lingkungan hidup ada kegagalan membaca situasi. Swasembada energi seharusnya tidak bertolak belakang dengan konservasi hutan. Kalau hutan makin hilang misalnya demi co-firing PLTU, Indonesia bakal dikecam dunia internasional dan menurunkan dukungan pembiayaan global untuk konservasi hutan sekaligus transisi energi,” ujar Bhima.
“Jelas instruksi Prabowo tidak berhasil diturunkan menjadi program implementatif yang berkualitas,” sambungnya.
Peneliti hukum Celios Muhamad Saleh menilai performa Hukum dan Ham di era pemerintahan Prabowo-Gibran, belum menunjukkan kinerja yang baik.
Bahkan ia menyoroti ada lima sorotan, yakni wacana pengampunan koruptor, agresivitas aparat kepolisian, multifungsi TNI, stagnasi kualitas HAM dan kebebasan sipil, ketidakefektifan regulasi dan birokrasi.