Tak berhasil memengaruhi Ibrahim AS, Iblis lalu datang membujuk Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim. Iblis memengaruhi Hajar dengan perhitungan, seorang ibu pasti tak akan sampai hati membiarkan buah hatinya disembelih. Tapi Hajar menolak dan melempari Iblis dengan batu kerikil. Lokasi pelemparan Hajar itu kemudian dijadikan tempat melempar Jamrah Wusta.
Langkah Iblis tidak berhenti di situ. Dia beralih kepada Ismail AS, putra Ibrahim-Hajar, yang dianggapnya masih memiliki keimanan dan ketakwaan yang rapuh. Tapi Ismail ternyata juga menunjukkan perlawanan. Ia kukuh memegang keimanannya dan yakin dengan sepenuh hati akan perintah Allah SWT. Ibrahim, Siti Hajar, dan Ismail lalu bersama-sama melempari Iblis dengan batu kerikil, yang kemudian diabadikan menjadi lemparan Jamrah Aqabah. Allah SWT pun memuji upaya Nabi Ibrahim dan keluarganya karena dianggap berhasil menghadapi ujian.
Melontar jumrah mengingatkan jemaah haji bahwa Iblis senantiasa berusaha menghalangi menusia melakukan kebaikan. Nabi Muhammad SAW mengingatkan: ‘’Sesungguhnya setan mengalir pada manusia di tempat darah mengalir dalam dirinya.’’ (HR. Bukhari, Muslim dan Abi Daud).
Inilah simbol perlawanan sepanjang umur manusia terhadap setan. Melontar jamrah adalah simbol kutukan kepada unsur kejahatan yang sering membinasakan manusia. Melontar juga mengisyaratkan tekad kuat untuk tidak lagi melakukan aktivitas yang mendatangkan bahaya kepada diri sendiri dan masyarakat.
Lemparan jamrah harus dilakukan dengan benda padat berupa kerikil, tidak boleh dengan benda cair atau benda lembek. Lemparan tidak cukup sekali, tapi tujuh kali dan harus mengenai sasaran.
Ini artinya perlawanan terhadap setan dan sifat-sifatnya harus dilakukan secara ulet dan sekuat tenaga. Sifatsifat syaitaniyah yang cenderung destruktif harus dikeluarkan, dilemparkan, dan dibuang sekuat tenaga dari dalam diri manusia. Proses mengeluarkan dan melemparnya harus dipastikan tepat agar tidak salah sasaran dan dilakukan dengan niat yang kokoh, berulang kali, terus-menerus hingga kejahatan benarbenar sirna dari dalam diri manusia.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Waliilahil Hamd
Jamaah Idul Adha yang dimuliakan Allah.
Dari kisah ini pelajaran apa yang bisa kita ambil? Setidak nya ada tiga hal yang peru kita ambil hikmah dari kisah keluarga nabi Ibrahim AS. Yang pertama, untuk menciptakan anak yang soleh harus dimulai dari orang tua yang soleh. Kedua, orang yang taat kepada Allah akan dimudahkan segala urusannya dan akan diberikan riski dari arah yang tidak disangka-sangka. Sebagaimana janji Allah dalam al-qur’an :
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا {الطلاق:2-3}.
“… Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar (2) Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu (3).”
Ketiga : Setan tidak akan pernah berhenti menggoda manusia dan godaannya tidak mudah dirasakan. Karena itu, hanya orang-orang yang hidup ikhlas sajalah yang akan mampu menanggulangi godaan setan itu. Nabi Ibrahim AS selamat dari godaan Iblis karena keikhlasannya menjalani hidup untuk menaati perintah-perintah Allah SWT meskipun menghadapi ujian sangat berat untuk menyembelih putranya, Ismail AS.