POSKOTA.CO.ID - Ini bukan sekadar gagasan, tetapi bagaimana menerapkan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana ringan.
Boleh jadi, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah akan menjadi daerah percontohan menyusul nota kesepakatan antara Kepala Kejaksaan Tinggi dan Gubernur Sulawesi Tengah tentang pidana kerja sosial, yang ditandatangani, di Palu, Rabu, 10 Desember 2025.
Hukuman kerja sosial ini sebagai alternatif yang lebih manusiawi dan bermanfaat bagi pelakunya.
“Akan bermanfaat pula bagi masyarakat sekitar, misalnya melakukan pekerjaan sosial seperti membersihkan jalan, selokan dan sejenisnya,” kata bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.
“Bisa juga membantu pekerjaan di panti – panti sosial sekaligus mengedukasi empati sosial dalam dirinya, saling menyayangi, mengasihi sesama, bukan menyakiti orang lain,” ujar mas Bro.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Tinggal Glanggang, Colong Playu
“Perlu dikasih identitas nggak, misalnya pada bajunya digantungi kertas bertuliskan : pidana kerja sosial atau melanggar, kerja sosial,” tanya Yudi.
“Jika tujuan edukasi sosial kembali ke jalan yang lurus, sepertinya tidak perlu. Dengan memberikan label dia seorang terpidana, proses edukasi tidak akan mencapai sasaran sebagaimana diharapkan,” kata mas Bro.
“Lain halnya terhadap pelaku yang sudah berulang kali melakukan pidana, bisa diberi identitas “saya terpidana kerja sosial” biar malu,” ujar Heri.
“Kalau sudah berulang kali melakukan tindak pidana yang sama atau serupa, berarti kerja sosial yang diberikan tidak memberikan efek jera, maka alternatif terakhir jebloskan ke penjara,” kata Yudi.
“Setuju. Sanksi sosial tidak efektif diberikan kepada mereka yang bolak balik melakukan pelanggaran hukum. Meski perbuatan tergolong tindak pidana ringan, tapi sudah menjadikannya sebagai profesi yang jelas – jelas akan merugikan masyarakat, meresahkan lingkungan,” kata mas Bro.
