“Dari tahun 2023 kalau nggak salah. Sebelumnya pakai air gerobakan, pikulan, bahkan sedot air tanah,” katanya.
Sementara itu, warga sempat mengembangkan pengelolaan air permukaan dari kali. Tanah digali, lalu sumur dipasang tabung filtrasi berisi karbon aktif dan generator ozon untuk menjernihkan air.
Hasilnya, air tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan mandi, cuci, dan kakus (MCK), meski tidak layak minum.
“Jadi warga memanfaatkan air permukaan. Dari samping kali dibikin sumur, disaring pakai tabung RP yang isinya karbon aktif, lalu masuk ke generator ozon. Itu untuk MCK, bukan minum,” ujarnya.
Masalah air bersih di RW 22 bukan persoalan baru. Sejak 2019, warga sudah mengajukan permohonan pipanisasi ke PAM Jaya.
Baca Juga: Warga Muara Angke Masih Beli Air Bersih dari Pedangan Keliling, Begini Respons PAM Jaya
Operator lama, Palyja sempat melakukan pendataan warga hingga lebih dari 85 persen. Namun, prosesnya dihentikan pada 2021.
“Nyatanya di 2021 dinyatakan nggak bisa masuk ke wilayah RW 22. Kalau nggak salah waktu itu Palyja sama PAM Jaya sudah nggak sinkron lagi. Akhirnya close,” ujar dia.
Pada 2022, warga kembali meminta bantuan kepada gubernur saat itu. Pemprov Jakarta kemudian menyediakan kios air PAM Jaya, sebanyak 60 toren air untuk melayani warga. Sayangnya, realisasi distribusi hanya sekitar 7 toren.
“Dikasih lah kios PAM Jaya. Permintaannya 60 toren, tapi dapatnya cuma 7 toren. Setelah itu close lagi,” katanya.
Baca Juga: Nelayan di Muara Angke Jakut Keluhkan Limbah, Berdampak Buruk pada Hasil Tangkapan
Upaya lanjutan dilakukan kembali pada akhir 2022 saat Bani menjabat sebagai RW. Ia bersurat ke PAM Jaya lewat Komisi B DPRD, tetapi proses tersebut tidak berjalan maksimal.
