Begitu juga hendaknya membangun konsep dwitunggal pejabat dan rakyatnya, mengingat rakyat sebagai sumber kekuasaan, aspirasi dan penyeimbang kekuasaan.
Meski begitu, dinamika dapat berkembang, tantangan bisa menghadang, terusik konflik dalam mengimplementasikan konsep dwitunggal dimaksud akibat beda pandangan, kepentingan dan aspirasi.
Setidaknya terdapat tiga prasyarat mempertahankan kelanggengan dwitunggal rakyat- pejabat.
Baca Juga: Kopi Pagi: Toleransi Membangun Harmoni
Pertama, membangun kesetaraan antara pejabat dan rakyat.Ada kesadaran bahwa menjadi pejabat karena dipilih oleh rakyat, karenanya mengembalikan kekuasaan kepada rakyat dengan menempatkannya sebagai subjek, ikut serta dalam pengambilan keputusan, bukan semata sebagai objek.
Kedua, menjaga keseimbangan antara pemimpin dan warganya dengan membangun kemitraan dalam mewujudkan cita – cita nasional dan daerahnya. Konsep dwitunggal diyakini tidak akan tanggal, selama masih mengedepankan keseimbangan antara berbagai potensi dan perbedaan yang ada, baik dalam diri individu pejabat maupun dalam masyarakat guna menciptakan harmoni. Keseimbangan antara kehendak menepati janji politik kepada konstituennya dengan pemenuhan kebutuhan rakyat sebagaimana diaspirasikan saat ini.
Ketiga, saling melengkapi. Pejabat hendaknya mengembangkan sikap empati kepada rakyat, bukan menghina, apalagi menyakiti. Sikap empati ini diaktualisasikan melalui kebijakan yang mampu merespons kebutuhaan rakyat, bukan kepentingan pejabat dan sekelompok elite.
Begitu juga rakyat hendaknya menyampaikan aspirasi sesuai kebutuhan riilnya, yang menjadi prioritas, bukan tanpa batas. Sedapat mungkin ikut berkontribusi membawa kemajuan bagi lingkungan sekitarnya, setidaknya mengembangkan potensi diri dan keluarganya. (Azisoko).
