Kopi Pagi: Dwitunggal yang (Tidak) Tanggal

Senin 01 Des 2025, 06:15 WIB
Kopi Pagi: Dwitunggal yang (Tidak) Tanggal. (Sumber: Poskota)

Kopi Pagi: Dwitunggal yang (Tidak) Tanggal. (Sumber: Poskota)

Tidak terbantahkan, dwitunggal telah teruji berfungsi sebagai simbol kuat membangun persatuan dan kesatuan nasional. Kolaborasi kedua tokoh bangsa ini  menunjukkan bahwa perbedaan pandangan politik dapat disatukan demi kepentingan bangsa yang lebih besar. Kepentingan pribadi dan kelompok manapun harus luluh oleh kepentingan nasional. Itulah kepemimpinan dengan mengedepankan nilai- nilai luhur falsafah bangsa kita, Pancasila.

Bicara dwitunggal sejatinya tak hanya di ranah politik dan pemerintahan, di dunia seni dan kebudayaan, konsep dwitunggal sering dijadikan acuan dalam berkarya. Sebut saja dwitunggal sebagai bentuk filosofi dua wajah yang sama dalam bentuk tarian legong keraton di Bali.

Baca Juga: Kopi Pagi: Mengajar dengan Cinta

Makna ‘dwitunggal’ diartikan sebagai dua keindahan menjadi satu kekuatan, gerakan tarian dan suara musik tradisional.

Masyarakat dan kebudayaan juga bentuk lain dari dwitunggal karena saling melengkapi. Keduanya tak dapat dipisahkan. Masyarakat membutuhkan kebudayaan sebagai pedoman hidup dan identitas, sementara kebudayaan hanya bisa hidup dan berkembang melalui praktik yang dijalankan oleh masyarakat.

Lantas bagaimana konsep dwitunggal negara dan rakyat, atau pemimpin (pejabat) dan rakyatnya? Jawabnya tentu akan beragam. Namun konsep dasarnya adalah sama, keduanya tak dapat dipisahkan, saling melengkapi.

Kita tahu,  negara adalah entitas yang dibentuk oleh rakyat dan untuk rakyat.

Karena kekuasaan pemerintah berasal dari rakyat, maka pemerintah berkewajiban menjalankan kekuasaannya demi kepentingan rakyat. Itulah inti demokrasi yang diwujudkan dalam pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Maknanya, para pejabat, pemimpin harus selalu mendengarkan dan mewujudkan aspirasi rakyat. Keputusan yang diambil merupakan hasil dari pemahaman mendalam akan kebutuhan dan keinginan rakyat, bukan semata – mata kebijakan dari atas demi kekuasaan, kepentingan pribadi dan kerabatnya. Bukan egosentris, tetapi ego nasional.

Baca Juga: Kopi Pagi: Menyiapkan Anak Masa Depan

Cukup beralasan,jika pemimpin harus mampu menyerap suara rakyat, mampu merasakan denyut nadi masyarakat, kemudian mengaplikasikannya melalui kebijakan yang nyata – nyata memberi banyak manfaat bagi masyarakat, seperti sering dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Di sisi lain, konsep kepemimpinan dwitunggal adalah perintah konstitusi. Para pemimpin mulai dari presiden dan wakil, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota dipilih satu paket oleh rakyat melalui pemilu.


Berita Terkait


undefined
Kopi Pagi

Kopi Pagi: Sehat Mental dan Sosial

Kamis 13 Nov 2025, 06:02 WIB
undefined
Kopi Pagi

Kopi Pagi: Mengajar dengan Cinta

Senin 24 Nov 2025, 06:07 WIB

News Update