Dewan Pembina Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ngadiran mengatakan, pihaknya tegas menyatakan penolakan terhadap pasal-pasal pelarangan penjualan yang difinalisasi Panitia Khusus (Pansus).
"Pasal larangan penjualan rokok radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, sampai perluasan kawasan tanpa rokok di pasar rakyat sama saja dengan menghilangkan mata pencaharian pedagang pasar yang semakin hari semakin tergerus," kata Ngadiran kepada wartawan di lokasi.
Untuk diketahui, Pemda DKI memiliki 153 pasar yang dikelola Perumda Pasar Jaya. Dari jumlah itu, 146 pasar masih aktif operasional, sementara tujuh pasar lainnya telah dialihfungsikan.
Ngadiran menyampaikan bahwa jumlah pedagang tercatat sebanyak 110.480 orang. Menurutnya, ada sekitar 100 ribuan pedagang yang terdampak langsung dengan larangan-larangan Raperda KTR ini.
"Pedagang itu kan, aset pasar yang harusnya dilindungi, diberdayakan, bukan ditekan dengan aturan yang tidak adil," ucap dia.
Baca Juga: Komite Hiburan Malam Sebut Raperda KTR Jakarta Berpotensi Timbulkan PHK Karyawan
Ngadiran menambahkan, APPSI mendesak Pemprov dan DPRD DKI Jakarta agar pasar tradisional atau pasar rakyat dikecualikan dari kategori 'Tempat Umum' dalam penerapan KTR secara total.
Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI), Ali Mahsun, menyampaikan, permohonannya agar Bapemperda DPRD DKI Jakarta segera meninjau ulang dan menunda pengesahan Ranperda KTR yang berdampak pada ekonomi rakyat.
"Kami menolak pasal-pasal yang mengatur jual beli rokok di dalam Raperda, DKI Jakarta. Baik itu jual rokok eceran maupun zonasi 200 meter dari sentra pendidikan, pelarangan pemajangan dan larangan merokok di area pasar, toko, dan rumah makin. Kami hadir hari ini mengetuk hati nurani wakil rakyat. Ini urusan perut!," tegas Ali Mahsun.
Ia menjabarkan, ketika aturan tersebut dipaksakan untuk ditetapkan oleh DPRD, maka mata kehidupan rakyat kecil makin terberangus.
"Tolong hati nuraninya wakil rakyat, agar tidak memaksakan kehendak. Jangan atas nama kekuasaan, ego pribadi dan kelompok membuat keputusan yang menyusahkan nasib rakyat," jelas dia.
