Praktisi Tekankan Pentingnya Perbaikan Sistemik dalam Reformasi Polri

Senin 10 Nov 2025, 21:18 WIB
Suasana acara Forum Group Discussion bertajuk 'Polri dalam Menjaga Demokrasi' pada Senin, 10 November 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: Pandi Ramedhan)

Suasana acara Forum Group Discussion bertajuk 'Polri dalam Menjaga Demokrasi' pada Senin, 10 November 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: Pandi Ramedhan)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Peran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam menjaga demokrasi kembali menjadi sorotan setelah pembentukan tim reformasi Polri oleh pemerintah.

Praktisi komunikasi politik, Ahmad F Ridha, mengatakan, polisi sejatinya merupakan bagian dari instrumen sipil yang berperan penting dalam penegakan hukum dan penertiban masyarakat.

Hanya saja, menurutnya, posisi dan fungsi Polri dalam struktur pemerintahan masih belum ditempatkan secara tegas dalam sistem hukum nasional.

"Polisi itu sebenarnya adalah instrumen sipil dalam melaksanakan pemerintahan, terutama dalam penertiban sipil. Tapi, masalahnya adalah ketidakjelasan mau menempatkan polisi ini sebagai apa," ujar Ridha dalam diskusi bertajuk Polri dalam Menjaga Demokrasi, Senin, 10 November 2025.

Ridha menilai, pembenahan Polri seharusnya tidak dilakukan secara parsial, namun harus diawali dari penataan produk hukum di tingkat atas.

Baca Juga: Pembentukan Komite Reformasi Polri Dipertanyakan

Dirinya juga menyoroti terkait belum adanya regulasi yang secara utuh mengatur keterkaitan antara institusi penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan, dan KPK.

"Harusnya dibuat dulu satu produk hukum yang di atasnya. Jangan reformasi polisinya dulu. Karena, kalau wadah hukumnya belum jelas, reformasi itu hanya akan berujung pada pergantian pimpinan saja," ucap dia.

Di sisi lain, Ridha juga mempertanyakan arah reformasi Polri yang dinilai belum menyentuh akar persoalan.

Menurutnya, reformasi harus menjawab aspek kelembagaan dan peran Polri dalam konteks sipil, bukan sekadar perombakan struktur atau pergantian jabatan.

"Reformasi Polri jangan-jangan ini hanya untuk menyenangkan satu dua pihak. Misalnya ada kelompok yang selalu protes," tuturnya.

Terpisah, perwakilan dari Persatuan Mahasiswa Nusantara (Permasta), Riswan Siahaan, menekankan Polri perlu berbenah secara menyeluruh untuk memperkuat kepercayaan publik.

Menurutnya, kinerja kepolisian dalam demokrasi harus lebih responsif dan terbuka terhadap masyarakat.

"Polisi dalam demokrasi itu, harus lebih responsif dan terbuka. Masyarakat sering mengeluhkan penanganan kasus hukum yang lambat, sehingga muncul ketidakpercayaan," ujar Riswan.

Ia menambahkan, citra kepolisian sering kali rusak karena ulah oknum yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, penegakan disiplin internal menjadi kunci agar kepercayaan publik bisa pulih.

“Siapapun yang melanggar hukum harus ditindak tegas. Polisi tidak boleh melindungi oknum-oknum pelanggar. Itu yang merusak citra institusi,” tegasnya.

Riswan juga mengingatkan agar Polri tidak terseret dalam kepentingan politik praktis.

Baca Juga: Setahun Prabowo-Gibran, Cipayung Plus Dorong Reformasi Berkeadilan dan Supremasi Sipil

Ia menilai, keterlibatan aparat dalam kepentingan elit politik bisa menggerus independensi dan objektivitas penegakan hukum.

“Polisi tidak boleh masuk ke arus kepentingan elite politik. Kalau itu terjadi, keadilan bagi masyarakat akan terganggu,” ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Komrad Pancasila, Antony Yuda berharap dengan adanya Tim Reformasi Polri bisa memberikan perubahan di institusi Polri

"Diharapkan ke depannya Polri mampu menjadi institusi yang bisa menciptakan kepastian hukum yang berkeadilan dan menjadi lebih baik dari yang sekarang," katanya.


Berita Terkait


News Update