Bahkan dalam cerita pewayangan ditambahkan dengan kata " tatag", "teteg" dan "tutug".
Tatag berarti tidak was - was, tidak sumelang sekalipun peralatan,sarana dan anggaran terbatas, siap melaksanakan tugas di mana saja dan kapan saja.
Teteg artinya tidak tergoyahkan oleh keadaan dan hambatan.
Tutug adalah selesai dan tuntas. Ibarat sebuah perjalanan sampai tujuan, kemudian kembali dengan selamat membawa hasil sebagaimana diharapkan.
Di era sekarang, di tengah masih adanya sikap semena –mena, adigang adigung lan adiguno oleh sekelompok elite, masih maraknya korupsi dan manipulasi, maka semakin banyak dibutuhkan ksatria – ksatria yang lahir dari rahim rakyat.
Secara historis ksatria adalah pejuang terlatih di abad pertengahan.
Dalam konteks kekinian, ksatria dimaksud adalah pejuang rakyat, siapa pun dia yang memiliki integritas, gagah berani membela mereka yang tertindas demi menegakkan kebenaran dan keadilan. Melindungi mereka yang terpinggirkan.
Rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara dalam melindungi rakyatnya. Pantang surut memberantas keangkaramurkaan di bumi pertiwi sebagaimana sikap ksatria dalam cerita pewayangan, meski berbagai hambatan dan tantangan tiada henti menghadang
Menjadi pejuang rakyat era kekinian, tidak harus sepenuhnya sama persis seperti sosok ksatria dalam kisah pewayangan, meski begitu, esensi nilai – nilai kejuangan tidak boleh luntur tererosi perubahan zaman.
Baca Juga: Kopi Pagi: Kenang Kebaikannya
Nilai – nilai dimaksud adalah rela berkorban, membela kebenaran dan keadilan dengan dilandasi ketulusan dan kejujuran, termasuk menanggalkan ego pribadi untuk mengabdi, berkontribusi, memberi manfaat dan maslahat bagi umat.
Secara lebih sederhana bagaimana bersikap dan menjadi pribadi yang memberi dampak positif dalam bidang apa pun. Mampu memberi nilai tambah bagi lingkungan sekitarnya. Selalu berpikir positif, mngembangkan sikap kreatif dan inovatif untuk membawa perubahan dan kemajuan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
