Selain itu, kemungkinan terjadi kenaikan harga dengan sistem pembulatan harga ke atas misalnya harga beras Rp14.600 per kg, kemudian redenominasi menjadi Rp15 bukan turun ke bawah Rp14.
“Pembulatan harga ke atas ini dalam ekonomi disebut opportunistic rounding. Mumpung ada redenominasi, kenapa enggak sekalian dibulatin ke atas? Toh semua penjual melakukan hal sama. Penjual dan produsen pasti tak mau rugi,” kata Celios dikutip pada Minggu, 9 November 2025 dari akun Instagram resminya.
Baca Juga: Cara Cairkan Bantuan KJMU Tahap 2 2025 di Bank DKI
“Marjin tiap barang sebisa mungkin terjaga atau naik pada saat redenominasi,” sambungnya.
Celios pun menyoroti sistem redenominasi ini bisa lebih mudah untuk negara yang transaksi keuangannya cash less, sementara di Indonesia menggunakan transaksi tunai.
“Redenominasi akan lebih mudah kalau di negara yang less-cash society, sebaliknya bisa rumit kalau peredaran uang tunainya tinggi. Bersyukur kita punya QRIS dan berbagai transaksi non-tunai untuk beli barang, termasuk warung.”
“Tapi fakta bahwa lebih dari 90 persen transaksi di Indonesia masih pakai uang tunai, kertas dan koin.”
“Untuk menukarkan uang tunai tersebut, masyarakat perlu ke bank dan bisa dibayangkan antrenya sepanjang apa kalau persiapan cuma sebentar,” ucap Celios.
