POSKOTA.CO.ID - Dalam beberapa hari terakhir, pasar logam mulia sedang menghadapi sedikit tekanan namun hal ini tidak mengganggu optimisme para analis terhadap masa depan emas.
Di tengah kelemahan jangka pendek, mereka tetap yakin bahwa logam kuning ini akan kembali menguat dalam jangka panjang.
Menurut survei yang dilakukan LBMA pada konferensi Global Precious Metals Conference 2025, para delegasi memperkirakan harga emas akan mencapai sekitar US$ 4.980,30 per troy ons atau naik sekitar 25% dari harga sekarang. (Informasi ini berasal dari Reuters yang merangkum hasil jajak pendapat tersebut).
Angka ini mencerminkan ekspektasi bahwa emas kembali akan menjadi aset unggulan di antara logam mulia — sebuah harapan yang muncul setelah harga sempat turun di bawah US$ 4.000 per troy ons menyusul aksi jual besar-besaran pasca-rekor di atas US$ 4.360.
Baca Juga: Jangan Beli Dulu? Harga Emas Perhiasan Hari Ini 30 Oktober 2025 Kembali Naik
Kenapa Para Analis Optimis?
Beberapa faktor mendasari optimisme ini:
- Emas kembali diperhitungkan sebagai safe-haven asset atau aset pelindung di tengah ketidakpastian global.
- Kondisi geopolitik dan fiskal yang kurang stabil — termasuk kebijakan moneter, tekanan inflasi, dan sengketa dagang — membuat investor kembali mempertimbangkan emas.
- Permintaan dari bank sentral dan alokasi investor besar ke logam mulia semakin meningkat.
- Meski ada koreksi jangka pendek, secara struktural faktor-faktor penopang emas tetap kuat.
Sebagai ilustrasi, menurut laporan Gold Mid-Year Outlook 2025 dari World Gold Council, harga emas naik sekitar 26% dalam setahun hingga pertengahan 2025 — sebuah lonjakan besar untuk sebuah logam tradisional.
Risiko dan Koreksi: Wajar dalam Tren Naik
Walaupun optimisme tinggi, bukan berarti perjalanan harga emas bebas hambatan. Beberapa analis senior, seperti David Morrison dari Trade Nation, menilai bahwa harga masih menghadapi risiko koreksi lebih dalam karena momentum teknikal berbalik. Ia menekankan bahwa emas perlu kembali menembus level sekitar US$ 4.100 per troy ons untuk memulihkan tren positif.
Sementara itu, menurut Chantelle Schieven dari Capitalight, koreksi yang terjadi justru wajar dalam konteks tren naik jangka panjang—lebih tepat disebut fase konsolidasi daripada pembalikan tren. Dia mengatakan:
“Penurunan ini merupakan fase konsolidasi, bukan pembalikan tren.”
Jadi, bagi investor yang mengincar jangka menengah ke panjang, kombinasi dari kondisi pasar, faktor fundamental dan momentum saat ini dapat menjadi kesempatan, bukan sinyal untuk panik melepas.
