Sebagai langkah solutif, Komdigi berencana mengundang asosiasi fotografer untuk membangun pemahaman bersama mengenai etika dan hukum dalam fotografi di ruang publik.
Respons Pemerintah Provinsi DKI: Boleh Asal Tidak Memaksa
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi, Pemprov DKI Jakarta di bawah Gubernur Pramono Anung mengambil pendekatan yang lebih longgar selama aktivitas tersebut tidak disertai pemaksaan. Hal ini disampaikannya menanggapi viralnya kasus pungutan liar di Tebet Eco Park.
“Nggak ada larangan untuk orang memotret. Tetapi kalau memaksa menjual potretnya, ya nggak boleh. Seperti yang terjadi di Tebet Eco Park, langsung saya tertibkan,” ujar Pramono.
Pramono menekankan bahwa Jakarta adalah kota terbuka yang memungkinkan semua orang mencari nafkah, termasuk para fotografer. Namun, prinsip sukarela harus dijunjung tinggi. “Suka sama suka saja. Saya sering sekali juga kalau difoto, fotonya bagus, ya saya ambil,” katanya.
Baca Juga: Komisi X DPR Dorong Revisi UU Sisdiknas Perkuat Pendidikan Keagamaan dan Pesantren
Tebet Eco Park: Pungutan Rp 500.000 Bukan untuk "Izin Motret"
Kasus yang memicu kemarahan publik terjadi di Tebet Eco Park, di mana seorang fotografer dilaporkan dimintai uang sebesar Rp500.000 oleh sebuah komunitas yang beroperasi di sana.
Pengelola taman, melalui Kasie Taman Kota, Dimas Ario Nugroho, segera melakukan klarifikasi. Dimas menegaskan bahwa Pemprov DKI tidak pernah menerapkan biaya untuk aktivitas fotografi.
“Kami dari pihak dinas tidak melarang adanya aktivitas fotografi di dalam area taman, baik itu dari komunitas maupun perorangan. Dari pihak dinas maupun teman-teman di lapangan tidak mengeluarkan izin khusus,” imbuh Dimas.
Dari hasil pemanggilan, terungkap bahwa komunitas yang menamai diri Komunitas Fotografer Tebet Eco Park tersebut tidak berafiliasi dengan pengelola taman. Mereka membuat sistem internal sendiri, termasuk rompi dan ID card.
Perwakilan komunitas membantah melakukan pemerasan. Mereka menyatakan bahwa uang Rp500.000 adalah iuran anggota baru.
“Rp500.000 itu dibayarkan di awal untuk member baru. Itu kesepakatan bersama di komunitas,” ujar perwakilan komunitas. Menurutnya, dana tersebut digunakan untuk pembuatan ID card dan rompi (sekitar Rp250.000) dan sisanya untuk kas komunitas kegiatan sosial.
Baca Juga: Kemnaker Buka Program Magang Nasional Batch 2, Siapkan 80 Ribu Kuota untuk Lulusan Baru
