Dua Pejabat BUMD Riau Jadi Tersangka Korupsi Blok Migas Langgak

Rabu 22 Okt 2025, 07:55 WIB
Konferensi pers Kortas Tipidkor Polri menetapkan dua pejabat PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan perusahaan daerah. (Sumber: Poskota/Ali Mansur)

Konferensi pers Kortas Tipidkor Polri menetapkan dua pejabat PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan perusahaan daerah. (Sumber: Poskota/Ali Mansur)

KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID – Penyidik Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri menetapkan dua pejabat PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan perusahaan daerah.

Dugaan penyimpangan itu terjadi dalam pengelolaan Blok Migas Langgak periode 2010–2015.

“Berdasarkan hasil penyidikan dan ditemukannya kecukupan alat bukti, penyidik menetapkan dua orang tersangka. Rahman Akil selaku Direktur Utama SPR dan Debby Riauma Sari sebagai Direktur Keuangan," ujar Wakil Direktur Penindakan Kortas Tipidkor Polri, Kombes Bhakti Eri Nurmansyah, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 22 Oktober 2025.

Baca Juga: Cek Tarif Listrik Subsidi Oktober 2025, Berlaku hingga Desember

Bhakti menjelaskan, SPR yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Riau membentuk anak perusahaan bernama PT Sarana Pembangunan Riau Langgak (SPR Langgak).

Perusahaan itu ditunjuk sebagai operator pengelola Blok Migas Langgak di wilayah Cekungan Riau.

Kasus ini berawal dari kerja sama konsorsium antara SPR dan PT Kingswot Capital Limited (KCL) untuk mengelola Blok Langgak.

Penunjukan tersebut dilakukan setelah Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM, yang saat itu dipimpin Evita H. Legowo, menerbitkan surat penawaran langsung kepada SPR pada 25 November 2009.

Pada 30 November 2009, SPR dan KCL menandatangani Production Sharing Contract (PSC) dengan Kementerian ESDM untuk jangka waktu 20 tahun, berlaku sejak April 2010 hingga 2030.

Namun, penyidik menemukan adanya pelanggaran terhadap prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (Good and Clean Governance).

Menurut Bhakti, kedua tersangka diduga melakukan pengeluaran keuangan perusahaan tanpa dasar jelas dan tidak sesuai prosedur.


Berita Terkait


News Update