“Pastikan anak-anak sudah berada di rumah pada jam belajar dan tidak keluar hingga larut malam. Ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mengawasi mereka,” katanya.
Terkait asal-usul senjata tajam, Mustofa menjelaskan para pelaku memperoleh barang tersebut dengan mudah melalui platform daring.
“Dari keterangan yang kami terima, ini adalah pertama kalinya para pelaku melakukan penganiayaan. Mereka membeli celurit secara online dari penjual di luar Kabupaten Bekasi,” bebernya.
Kapolres menilai aksi kekerasan di kalangan remaja umumnya dilakukan hanya untuk mencari jati diri dan sensasi tanpa memikirkan akibatnya.
Ia menegaskan bahwa masalah anak berhadapan dengan hukum merupakan tanggung jawab bersama, tidak hanya aparat penegak hukum, tetapi juga orang tua, guru, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), serta Kementerian Sosial.
Ia meminta agar para guru dan orang tua terus memantau aktivitas media sosial anak-anaknya, karena banyak aksi tawuran bermula dari tantangan di pesan langsung (DM) Instagram atau Facebook.
“Dari hasil pengamatan kami, di beberapa sekolah ditemukan kelompok pelajar yang membentuk geng tertentu. Aktivitas mereka sering berawal dari interaksi di media sosial,” ungkapnya.
Dalam kasus ini, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa dua bilah celurit, potongan bambu sepanjang tiga meter, kaos lengan panjang putih milik pelaku, kaos putih dan celana panjang hitam milik korban, serta satu unit ponsel milik korban.
Baca Juga: Buruh di Kalideres Tewas Dibacok Suami Sah Selingkuhan
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan sejumlah pasal berat, di antaranya Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan, Pasal 76C jo. Pasal 80 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 3,5 tahun penjara dan/atau denda Rp72 juta.
Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP tentang pengeroyokan yang menyebabkan kematian, ancaman penjara maksimal 12 tahun.
Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, ancaman penjara 7 tahun.