"Tanah yang dijual SR masuk dalam kawasan LSD dan bukan miliknya. Tanah itu bahkan masih bersengketa dengan pihak lain, sehingga secara hukum tersangka tidak memiliki hak untuk menjualnya. Uang hasil penjualan dikirim langsung ke rekening pribadi SR," ujar Mustofa
Hasil penyelidikan menyebutkan bahwa SR beraksi seorang diri. Ia bahkan membuat brosur penjualan tanah kavling dengan mencantumkan enam tahap penjualan dan meyakinkan calon pembeli bahwa dirinya pemilik lahan.
“Karena tersangka dikenal sebagai pengusaha di Kabupaten Bekasi, banyak masyarakat percaya dan tergiur dengan harga murah yang ditawarkan,” jelas Mustofa.
Mustofa mengatakan kerugian korban bervariasi, mulai dari Rp50 juta hingga Rp70 juta per kavling. Ada pula korban yang membeli lebih dari satu kavling, dengan kerugian mencapai ratusan juta rupiah.
Baca Juga: Polres Cimahi Tangani Kasus Dugaan Penipuan Konsumen Perumahan Pramestha Lembang
Terkait dugaan gaya hidup mewah tersangka, Kapolres menyebut pihaknya masih melakukan pendalaman.
“Kalau soal flexing, itu penyampaian dari korban yang merasa tertipu. Mereka melihat uang hasil penjualan digunakan untuk jalan-jalan ke luar negeri. Tapi kami belum bisa memastikan hal itu. Yang jelas, uangnya digunakan untuk kepentingan pribadi,” tegasnya.
Kapolres menambahkan, tindakan SR belum bisa dikategorikan sebagai praktik mafia tanah karena dilakukan secara individu.
“Kalau mafia tanah, biasanya melibatkan jaringan besar dan manipulasi sertifikat tanah milik orang lain. Dalam kasus ini, tersangka hanya menjual objek tanah yang bukan miliknya sendiri,” ujarnya.
Mustofa menjelaskan objek tanah yang dipasarkan SR berada di wilayah Kabupaten Bekasi, namun korbannya tersebar hingga ke luar daerah.
“Ada korban dari Tangerang Selatan, Papua, bahkan luar negeri. Laporan paling banyak kami terima di tingkat Polres Metro Bekasi,” tutur Mustofa.
Akibat perbuatannya, SR dijerat Pasal 378 dan/atau 372 KUHP tentang penipuan dan penggelapan, dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara. (cr-3)