JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Di tengah kondisi ekonomi yang melemah, suasana Pasar Pramuka di kawasan Matraman, Jakarta Timur, masih ramai meski tak seramai dahulu.
Di antara deretan toko yang menjual obat, alat kesehatan, dan perlengkapan farmasi, para pedagang, tetap berusaha tersenyum menyambut pembeli.
Namun di balik wajah-wajah itu, ada kecemasan yang tak bisa disembunyikan tentang masa depan tempat mereka mencari nafkah.
Perumda Pasar Jaya selaku pengelola berencana menaikan harga sewa kios sebesar 4 kali yakni sekitar Rp425 juta per 20 tahun, yang sebelumnya hanya Rp100 juta selama 20 tahun.
Salah satunya, Yudha pedagang farmasi sekaligus ketua HPFPP (himpunan pedagang farmasi Pasar Pramuka) menyampaikan bahwa para pedagang mengaku tidak sanggup atas kenaikan harga sewa yang meningkat pesat tersebut.
"Dengan harga sewa itu pedagang mayoritas nggak sanggup. Dan ini mayoritas aspirasi dari para pedagang," ucap Yudha kepada Poskota, Sabtu, 11 Oktober 2025.
Yudha yang sudah berdagang sejak 2008 menyebut, kenaikan harga itu disebabkan oleh rencana revitalisasi Pasar Pramuka yang akan dilakukan oleh PD Pasar Jaya.
Sebelum adanya rencana revitalisasi harga sewa kios itu, dikatakan Yudha, para pedagang di lantai dasar hanya dikenakan biaya sewa kios Rp5 juta per tahun atau Rp100 juta per 20 tahun.
Sedangkan, untuk lantai satu dikenakan biaya sewa Rp4 juta atau Rp80 juta per 20 tahun.
Baca Juga: Perumda Pasar Jaya Buka Suara soal Kenaikan Harga Sewa Kios di Pasar Pramuka
"Dan sekarang harganya, karena adanya program revitalisasi makanya dikenakan biaya itu Rp425 juta + 11 persen PPN, diskon 5 persen," kata Yudha.
"Dan kalau misalnya tempatnya strategis ada biaya tambahan 10 persen per 20 tahun," ujarnya.
Lebih lanjut, Yudha mengungkapkan bahwa pihaknya selaku pengurus sudah berkirim surat kepada pihak PD Pasar Jaya untuk dilakukan negosiasi terhadap sewa kios tersebut.
Bahkan, pihaknya juga pernah audiensi ke Fraksi PDIP dan PKS DPRD DKI Jakarta, Komisi B DPRD DKI Jakarta, Kemenkopolhukam dan Ombudsman.
"Terakhir Kita ngadu kepada pak gubernur, Alhamdulillah respon pak gubernur baik Jadi pedagang sangat berterima kasih kepada pak Gubernur," ungkap Yudha.
Selain itu, Yudha menyatakan, seluruh pedagang telah diberikan surat peringatan ketiga (SP 3) oleh pihak Pasar Jaya yang berisi terkait pembatalan dan pengosongan tempat usaha yang ada di Pasar Pramuka
"karena kita istilahnya belum deal harga sewa dan belum mau bayar DP juga, dan bagi kita harganya enggak sanggup mahal juga makanya kita udah pernah dikasih SP1 SP2 SP3," ujar dia.
Namun, dari hasil pertemuannya dengan Gubernur Jakarta Pramono Anung pada 9 Oktober lalu. Pimpinan DKI Jakarta itu, dikatakan Yudha, telah menegur PD Pasar Jaya untuk tidak dilakukan penutupan kios-kios tersebut.
"Gubernur meminta Dirut perumda Pasar Jaya itu membuka komunikasi lagi dengan pedagang pasar Pramuka," tutur dia.
Disisi lain, Yudha mengaku, para pedagang menyetujui adanya revitalisasi Pasar Pramuka yang akan dilakukan oleh PD Pasar Jaya.
"Kita mendukung revitalisasi ini 100 persen tapi dengan harga yg disanggupi oleh pedagang banyak ," kata Yudha.
"Apalagi kondisi perekonomian ini sekarang lagi turun semenjak adanya online jadi pembeli di Pasar Pramuka ini jadi sedikit yg membeli," lanjutnya.
Selain itu, dia berharap agar ada win-win solution dari pihak Pasar Jaya bersama para pedagang terkait kebijakan kenaikan harga sewa kios tersebut.
"Makanya kita tetap memperjuangkan,kita masih ingin tetap mencari nafkah di sini ,kita masih pengen menggunakan tempat Pasar Jaya ini. Maka dari itu meminta kebijakan dari perumda yang bisa kita sepakati bersama," kata dia.
Adapun, dikatakan Yudha, di Pasar Pramuka ada sekitar ratusan toko dengan berbagai macam pedagang yang bergantung hidup dalam mencari nafkah di Pasar Pramuka itu.
Baca Juga: Biaya Sewa Kios Pasar Pramuka Naik 4 Kali Lipat, Asosiasi Pedagang Ngadu ke Gubernur Pramono
"Total pedagang di sini ada 398 toko kita taruh aja misalkan sampai 400, satu toko isinya 3 orang, pemilik, anak buah 2 orang misalnya ambil kayak gitu berarti kan yang bergantung hidup di sini kan 1200 orang,belum lagi berapa orang jumlah keluarga di rumah,” tutur dia.
Sementara itu, Alexander, pedagang farmasi berusia 70 tahun yang telah menghabiskan lebih dari tiga dekade hidupnya di pasar menyebut, bukan lagi ramai pembeli atau stok obat yang jadi pikirannya.
Melainkan kenaikan harga sewa kios akibat program revitalisasi yang dilakukan oleh Perumda Pasar Jaya.
Alexander mengaku keberatan terhadap biaya sewa baru yang nilainya mencapai Rp425 juta untuk 20 tahun, ditambah 11 persen PPN.
Meski ada potongan harga 5 persen, ia menilai angka itu tetap terlalu tinggi bagi pedagang kecil seperti dirinya.
“Harga sewa ini udah pasti berat, masih berat banget. Harga kios itu kan tergantung daya beli masyarakat. Kalau pembelinya rame, harga bisa mahal. Tapi kalau sekarang sepi, gimana bisa sanggup?” ucap Alexander.
Alexander yang telah berdagang dari tahun 1991 itu membandingkan kondisi saat ini dengan masa-masa keemasan Pasar Pramuka dulu.
“Dulu ramai, banyak pembeli datang. Kalau rame, uang muter, bayar sewa juga nggak berat. Tapi sekarang jual beli sepi, orang banyak belanja online. Otomatis omset turun, penghasilan juga kecil. Sewa mahal kayak gini ya pasti kami tolak,” kata Alexander.
Menurut Alexander, harga kios di pasar bergantung pada daya beli masyarakat dan ramainya pengunjung.
Situasi makin sulit ketika Pasar Jaya mengeluarkan surat peringatan (SP) bagi pedagang yang belum menyetujui harga baru.
Alexander dan pedagang lainnya telah menerima hingga SP3, yang berarti peringatan terakhir sebelum pemberhentian sementara aktivitas berdagang.
“Kami udah dikasih SP1, SP2, sampai SP3. Karena kami belum bayar DP, belum sepakat soal harga sewa,” ungkap Alexander.
Meski kecewa, Alexander berharap agar pihak PD Pasar Jaya dapat melakukan negosiasi bareng bersama para pedagang.
“Harapan saya cuma satu, semoga bisa dirembukkan bareng. Kami ini sama-sama saling butuh. Saya butuh tempat, Pasar Jaya juga butuh pedagang. Titik temunya ya di situ,” ujar Alexander. (cr-4)