“..wajib memperhatikan keberlanjutan sumber daya alam (SDA) di masa depan, bisa dinikmati anak cucu, anak cucu berikutnya. Sumber daya alam tidak dihabiskan untuk satu masa, jangan karena alasan optimal maka anak cucu kita kelak tinggal menerima ampasnya..”, kata Harmoko.
Negara kita memiliki kekayaan sumber daya alam yang luar biasa, bukan isapan jempol belaka. Data teranyar mengungkapkan dari aktivitas tambang ilegal di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) berpotensi merugikan negara sebesar Rp300 triliun.
Ini baru dari satu jenis tambang - timah, di satu kepulauan sebagai kekayaan sumber daya alam yang jika ditambang secara legal akan menjadi pemasukan negara sebagai modal menyejahteraka rakyat.
Sementara kita tahu, kekayaan alam negeri kita begitu melimpah ruah dan tersebar luas seluas bumi nuswantara yang mampu menghidupi bangsanya sepanjang masa.
Baca Juga: Kopi Pagi: Kebijakan Berbasis Kebutuhan
Kekayaan ini anugerah ilahi sebagai sebuah berkah bagi bangsa Indonesia. Namun, berkah akan berubah musibah, jika dikelola secara semena – mena dengan mengandalkan kekuasaan dan kekuatan semena - mena.
Mengeksploitasi sumber daya alam dengan menghalalkan segala cara demi keuntungan pribadi dan koleganya, seolah negeri ini milik moyangnya, terlebih bagi mereka yang serakah, suka menjarah kekayaan negara.
Sering kita dengar ungkapan bahwa dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia, bukan untuk memenuhi keserakahan manusia. Bahkan, tokoh dunia Mahatma Gandhi lewat kata mutiaranya mengatakan : Bumi ini cukup untuk tujuh generasi, namun tidak akan pernah cukup untuk tujuh orang serakah.
Filosofi berbahasa Jawa juga mengajarkan: Sapa serakah , ora berkah – siapa yang serakah tidak akan mendapatkan keberkahan. Tidak akan mendatangkan kenyamanan, ketenangan dan kedamaian hidup.
Yang terjadi, fakta sulit terbantahkan, aksi penambangan ilegal, penjarahan aset negara –milik rakyat masih dipertontonkan, bahkan oleh sekelompok orang yang semestinya menjadi teladan, berdiri paling depan memberantas ketidakadilan.
Baca Juga: Kopi Pagi: Reformasi (Moral) Politik