POSKOTA.CO.ID - Bersikap bijak itu mudah diucapkan, tetapi sulit dijalankan. Kadang kita sering menyarankan kepada teman atau sahabat agar bijak merespons keadaan, tetapi diri kita sendiri belum tentu bisa menjalankan seperti apa yang kita harapkan.
Namun sesulit apapun, sikap bijak semakin dibutuhkan di era sekarang ini, terlebih dengan kian meningkat dan beragamnya tuntutan publik.
“Boleh jadi rakyat marah karena ada sementara elite yang tidak bijak ketika merespons aspirasi publik,” kata bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.
“Aksi massa akhir bulan lalu yang disebut “Prahara Agustus”, bisa menjadi rujukan, perlunya elite politik dan pejabat publik bijak dalam merespons tuntutan rakyat,” tambah Yudi.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Gerakan Moral Membangun Etika
“Kadang, bukan hanya tidak bijak, tapi acap tidak beradab dalam ucapan dan perbuatan yang dipertontonkan,” kata mas Bro.
“Terlebih jika ucapan dan perbuatannya menyakiti hati rakyat karena mempertontonkan arogansi kekuasaan. Sudah tidak merespons tuntutan publik, ucapannya tidak bersahabat.Ini namanya tidak pandai membaca keadaan,” kata Heri.
“Mestinya sebagai elite politik, harus pandai membaca keadaan sehingga mengetahui waktu yang tepat kapan harus berbicara dan kapan harus diam itu menjadi salah satu ciri orang bijak,” urai mas Bro.
“Orang bijak, lazimnya tidak egois, menghargai dan menjaga perasaan orang lain.Tidak tergiur menilai orang lain meskipun tidak sesuai dengan pendapatnya,” ujar Yudi..
“Lebih mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi dalam mengambil keputusan.Ini terlihat mudah diucapkan, tetapi susah dipraktikkan,” tambah mas Bro.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Jangan Remehkan Orang Lain