Raperda Kawasan Tanpa Rokok Bikin Waswas Pedagang, Pansus Pastikan tak Ganggu Potensi Ekonomi

Selasa 16 Sep 2025, 21:27 WIB
Ilustrasi - Kawasan Tanpa Rokok. (Sumber: Poskota/M. Tegar Jihad)

Ilustrasi - Kawasan Tanpa Rokok. (Sumber: Poskota/M. Tegar Jihad)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) Jakarta, optimistis pembahasan regulasi ini berjalan sesuai target yakni pada bulan ini.

Untuk diketahui, pekan lalu, Pansus Raperda KTR sudah kembali melanjutkan pembahasan hingga Pasal 15.

"Ini kebetulan amanah yang diberikan ke kami untuk bisa diselesaikan di periode ini, sehingga menjadi tanggung jawab bersama. Ini sesuatu yang diperlukan masyarakat Jakarta," kata Ketua Pansus Raperda KTR, Farah Savira kepada wartawan, Selasa, 16 September 2025.

Anggota legislatif dari Fraksi Golkar ini, berharap terjalin kerja sama yang baik dengan pihak eksekutif sehingga penyelarasan Raperda KTR ini sejalan dengan apa yang menjadi visi misi awal regulasi ini.

Meski demikian, Farah meyakinkan legislatif mempertimbangkan dinamika kondisi sosial ekonomi yang ada.

Baca Juga: Warga dan Pedagang Kompak Tolak Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta

"Kita tahu ya banyak masukan terkait dengan kondisi sosial ekonomi kita hari ini. Jangan sampai juga ini mengganggu aktivitas atau juga potensi ekonomi yang ada. Makanya, penerapan utamanya di sini adalah kawasan. Sehingga kawasan itu mengatur lebih ke behavior. Bukan serta merta hanya karena penjualan ataupun iklan. Itu nanti dibahas berikutnya," jelasnya.

Farah juga memaparkan bahwa Raperda KTR ini bisa lahir menjadi peraturan yang komprehensif untuk diterapkan. Sehingga, secara teknis, ke depannya akan lahir Peraturan Gubernur (Pergub) untuk memaksimalkan implementasi rancangan regulasi ini.

"Sehingga aturan teknis tadi, semisal untuk penegakan hukum, siapa yang berwenang, seperti apa, termasuk tim satgasnya itu siapa-siapa aja, itu nanti juga bisa diturunkan dalam bentuk pergub," ucap Farah.

Terkait lanjutan pembahasan yang tengah berlangsung, ia menuturkan pihaknya menekankan pada peran pemerintah daerah dalam menjalankan Raperda KTR ini nantinya.

"Jadi bahasannya terkait siapa yang akan mengumpulkan data dan informasi soal kawasannya di mana, edukasi, lalu sosialisasi, dan juga nanti ada evaluasi. Kami juga ingin mengevaluasi," katanya.

"Maka, dari itu ada banyak masukan dan tambahan dari teman-teman, supaya DPRD juga berperan untuk bisa menjadi pengawas dalam pelaksanaan dan implementasi perda ini ke depan," ujarnya.

Ditentang Pedagang dan Konsumen

Sementara itu, pedagang warung kelontong di Palmerah, Jakarta Barat, menolak Raperda KTR yang mengatur larangan penjualan rokok dengan radius 200 meter dari satuan pendidikan.

Eka, 32 tahun, salah satu pedagang menilai, aturan tersebut justru memberatkan, apalagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) seperti warung kelontongnya itu.

Adapun, warung kelontong milik Eka berada hanya sekitar 100 meter dari satuan pendidikan yakni SMP Negeri 16 Palmerah.

"Kalau saya enggak setuju lah, kalau kayak gitu sama aja mematikan saya sebagai pedagang UMKM," kata Eka saat ditemui Poskota, Selasa, 16 September 2025.

Baca Juga: Pramono Jamin Raperda Kawasan Tanpa Rokok tak Rugikan Warteg, Pengamat Usul Diterapkan Fleksibel

Eka mengatakan, jika aturan tersebut berlaku, maka ia menganggap sama saja pemerintah secara tidak langsung, mematikan ekonomi pedagang kecil seperti dirinya.

Dia beranggapan, jika memang aturan tersebut diberlakukan, maka harus dilakukan pengkajian. Salah satu yang perlu dikaji soal bagaimana agar aturan tersebut berjalan, namun tidak mengganggu pedagang kecil.

"Ya misalnya kayak di mal-mal, ada tempat khusus rokok gitu. Kalau enggak boleh dagang ya sama aja matiin kita pedagang," tutur Eka.

Penolakan juga datang dari masyarakat, seperti yang diutarakan Mahendra, 35 tahun, warga Jakarta Barat. Menurut dia, Raperda KTR yang mengatur soal jarak atau radius itu malah melanggar hak asasi manusia.

"Merokok itu kan hak semua orang, kecuali ada larangan enggak boleh merokok," kata dia.

Pria karyawan swasta ini berujar, pemerintah sebetulnya tidak perlu membuat aturan tersebut. Sebab di satuan pendidikan misalnya, sudah ada larangan keras agar tidak merokok di lingkungan sekolah.

"Terus juga balik lagi kesadaran diri dari pribadi masing-masing. Kalau tempat itu dilarang merokok, ya jangan merokok. Kan memang sudah ada kawasannya," kata Mahendra.


Berita Terkait


News Update