Angka ini mengalami penurunan yang sangat drastis, yakni sebesar 81,57% atau hanya tersisa seperlima, jika dibandingkan dengan realisasi laba pada tahun 2023 yang mampu menembus Rp5,32 triliun.
Penurunan drastis ini diperparah dengan kebijakan internal perusahaan yang telah menghentikan pembelian tembakau dari beberapa daerah pemasok utama, seperti Temanggung, sejak tahun 2024.
Kebijakan penghematan ini ternyata tidak cukup untuk menahan laju penurunan kinerja.
Baca Juga: Pendiri Malaka Project yang Viral Kritik Pemerintah: Ini Biodata dan Profil Lengkap Ferry Irwandi
Ironi Sang Raksasa Kretek
PHK massal ini menjadi sebuah ironi pahit bagi Gudang Garam yang memiliki catatan sejarah gemilang. Perusahaan yang didirikan pada tahun 1958 di Kediri ini pernah menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.
Pada masa kejayaannya, Gudang Garam tercatat mempekerjakan lebih dari 37.000 karyawan dan menguasai hampir 40% pangsa pasar rokok nasional.
Kini, perusahaan legendaris tersebut justru harus merumahkan ribuan anak buahnya, mencerminkan babak sulit yang tengah dihadapi.
Sinyal Keras bagi Industri Hasil Tembakau
Peristiwa di Gudang Garam ini merupakan sinyal nyata dan peringatan keras bagi seluruh pemangku kepentingan mengenai tantangan berat yang membelit Industri Hasil Tembakau (IHT) Indonesia.
Tekanan datang dari berbagai sisi, mulai dari kenaikan tarif cukai yang terus menerus, regulasi pemerintah yang semakin ketat membatasi iklan dan promosi, hingga perubahan pola konsumsi masyarakat yang mulai beralih ke produk lain.
Gabungan faktor eksternal dan internal ini memukul kinerja perusahaan, yang pada ujungnya berimbas pada stabilitas tenaga kerja.
Ribuan buruh yang telah mengabdi puluhan tahun kini harus menghadapi ketidakpastian masa depan, menjadi korban dari dinamika industri yang semakin sulit.